Targetnya, seluruh puskesmas akan memiliki layanan upaya berhenti merokok (UBM) pada 2029, terintegrasi dengan platform data SATUSEHAT
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyoroti krisis perokok aktif di Indonesia yang mencapai angka 70 juta orang, termasuk 7,4 persen di antaranya remaja usia 10-18 tahun.
Direktur Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan, tanpa langkah serius, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memproyeksikan prevalensi merokok akan meningkat menjadi 37,5 persen pada 2025, yang dapat memperburuk beban kesehatan dan ekonomi nasional.
“Meskipun prevalensi merokok secara persentase menurun, jumlah absolut perokok justru meningkat, terutama pada kelompok usia di atas 15 tahun dan perokok pemula. Pengguna rokok elektronik juga meningkat 10 kali lipat pada 2023," katanya di Jakarta, Rabu.
Paparan terhadap produk tembakau pada anak juga kian memprihatinkan, dipicu oleh strategi industri seperti iklan, sponsor, rasa menarik, dan harga murah.
Baca juga: CISDI: Menaikkan harga rokok bisa cegah remaja merokok
"Selain menimbulkan dampak kesehatan, rokok juga menjadi beban ekonomi serius, yakni biaya pengobatan akibat rokok yang dapat mencapai tiga kali lipat dari pendapatan negara dari cukai tembakau," ujar dia.
Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah terus berupaya melindungi anak dan remaja dari bahaya rokok melalui berbagai inisiatif, mulai dari penerapan kawasan tanpa rokok hingga penyediaan layanan konseling berhenti merokok.
Selain itu, Gerakan Berhenti Merokok juga diluncurkan hari ini, berkolaborasi dengan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan pihak swasta (Kenvue) untuk memperkuat pelindungan terhadap generasi muda.
"Gerakan Berhenti Merokok yang didukung komunitas, masyarakat, dan sektor swasta akan memperkuat pelindungan terhadap generasi muda kita," ucap Nadia.
Baca juga: Perokok aktif rentan mengalami masalah gigi dan gusi
Gerakan ini bertujuan mendorong perokok untuk berhenti merokok melalui pendekatan berbasis bukti ilmiah, seperti penggunaan terapi pengganti nikotin (nicotine replacement therapy/NRT).
Sebagai bagian dari strategi nasional, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 dan Undang-undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 yang memperkuat layanan berhenti merokok, termasuk perluasan akses NRT di fasilitas kesehatan seperti puskesmas.
Targetnya, seluruh puskesmas akan memiliki layanan upaya berhenti merokok (UBM) pada 2029, terintegrasi dengan platform data SATUSEHAT.
Sementara itu, Penasehat Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr. Agus Dwi Susanto mengemukakan bahwa merokok merupakan penyebab utama kanker paru dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) di Indonesia. Rokok telah menyebabkan 268.614 kematian setiap tahun (12,3 persen dari total kematian), dan kerugian ekonomi mencapai Rp288 triliun.
Baca juga: Efek air liur kering karena merokok bisa timbulkan karies
"Rokok elektrik (vape) bukan solusi dan tidak lebih aman karena vape mengandung zat berbahaya seperti acetaldehyde, acrolein, formaldehyde, diasetil (penyebab popcorn lung atau penyumbatan saluran terkecil di paru-paru), logam berat, dan karsinogen yang memicu penyakit paru yaitu kanker paru, PPOK, asma, dan acute lung injury," ujar Agus.
Menurutnya, melalui produk-produk NRT seperti permen karet nikotin, patch, tablet hisap, atau semprotan mulut terbukti secara klinis membantu mengurangi gejala putus nikotin dan meningkatkan keberhasilan berhenti merokok.
NRT juga diakui WHO serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan direkomendasikan penggunaannya di bawah pengawasan tenaga medis.
Baca juga: Metode berhenti merokok dengan cara mengurangi dan menunda
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.