Indonesia mengalami rata-rata 10 kejadian bencana setiap hari sepanjang 2024, dengan total 3.472 kasus bencana tercatat sepanjang tahun tersebut

Kupang (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menekankan pentingnya tata kelola penanggulangan bencana yang profesional dan inklusif sebagai respons terhadap tingginya intensitas kejadian bencana di Indonesia.

"Indonesia mengalami rata-rata 10 kejadian bencana setiap hari sepanjang 2024, dengan total 3.472 kasus bencana tercatat sepanjang tahun tersebut," kata Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati dalam keterangan yang diterima di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis.

Ia menjelaskan risiko bencana tertinggi saat ini berasal dari kejadian yang disebabkan oleh perubahan iklim, yang memicu cuaca ekstrem, banjir, hingga kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Baca juga: BNPB: Sumbar punya potensi bencana lengkap, gempa hingga gunung erupsi

BNPB mengharapkan situasi tersebut semakin memperkuat urgensi perbaikan sistem penanggulangan bencana secara menyeluruh oleh seluruh kepala daerah, tak terkecuali di Indonesia bagian timur.

Dalam kegiatan coaching clinic yang diinisiasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (11/6), Raditya mengingatkan seluruh pemerintah daerah di daerah kawasan timur Indonesia agar mendorong sinkronisasi perencanaan yang berpedoman pada Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020–2044.

"Agar sistem kebencanaan di daerah juga lebih adaptif, inklusif, dan terintegrasi," kata dia.

Menurut dia, tantangan kebencanaan ini bersifat kompleks dan multidimensi. Posisi geografis Indonesia yang berada di Cincin Api Pasifik menjadikan negara ini rawan berbagai bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, serta karhutla.

Baca juga: BNPB dorong penguatan ketangguhan desa dalam penanggulangan bencana

Berdasarkan World Risk Index 2024, Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara dengan risiko bencana tertinggi di dunia setelah Filipina. Indeks tersebut menilai bahaya bencana, tingkat keterpaparan, serta kapasitas masyarakat dalam merespons bencana.

Raditya menilai tingginya frekuensi bencana tidak hanya berdampak pada keselamatan jiwa, tetapi juga berpotensi menghambat pembangunan dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan.

"Karena itu perencanaan yang matang dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci penguatan ketangguhan bangsa terhadap bencana," ucapnya.

Baca juga: inaRISK Personal, BNPB: Aplikasi pelaporan aktivitas pembabatan hutan

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.