Kalau sudah ada laporan BPK itu tentu kita akan tindaklanjuti,"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Sofyan Djalil akan menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait masalah penerimaan pajak minyak dan gas (migas) senilai Rp1,12 triliun.

"Kalau sudah ada laporan BPK itu tentu kita akan tindaklanjuti," katanya di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan melakukan tugasnya sebagai lembaga pemerintah non-kementerian untuk melakukan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.

"Perlu diketahui BPKP ditugaskan presiden untuk mengawasi bahwa semua kementerian tidak melaksanakan tugasnya atau yang mana BPK menganggap mereka masih ada hal-hal yang harus dilakukan, maka oleh institusi,lembaga atau kementerian yang bersangkutan harus menindaklanjuti," tuturnya.

Kemudian, lanjutnya, pengawasan dilakukan pihak BPKP supaya semua temuan BPK itu ditindaklanjuti sebagaimana seharusnya.

Selain itu, ia mengatakan pihaknya juga akan memperhatikan jika ada rekomendasi dari BPK seperti perbaikan sistem, penambahan regulasi atau menagih kekurangan penerimaan pajak itu.

Sebelumnya, BPK mengklaim telah menemukan masalah penerimaan pajak dari sektor minyak dan gas senilai Rp1,12 triliun.

Ketua BPK Harry Azhar Azis saat menyampaikan IHPS II 2014 pada sidang paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa, mengatakan masalah penerimaan itu terdiri dari potensi pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor migas terutang dengan besaran minimal Rp666,23 miliar.

"Ini karena 59 Kontraktor kontrak kerja sama tidak menyampaikan surat pemberitahuan objek pajak PBB migas sepanjang 2013 dan 2014," kata dia.

Selain potensi PBB terutang tersebut, kata Harry, BPK juga menemukan potensi kekurangan penerimaan PBB migas senilai Rp454,38 miliar.

Potensi kekurangan penerimaan itu, kata Harry, terkait dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang tidak menetapkan PBB Migas terhadap kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang belum mendapat persetujuan terminasi atas wilayah kerjanya.

Harry mengatakan terdapatnya potensi penerimaan negara dari migas yang tidak tergali optimal ini juga disebabknya belum adanya titik temu antara Kementerian Keuangan dan KKKS mengenai penetapan dan ketentuan penetapan PBB migas.

"Karena itu kami nilai masih ada potensi kekurangan penerimaan. Kami minta proyek migas ini harus dilakukan cermat antara Kemenkeu dan KKKS," kata dia.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015