Saya meyakini karakter orang Indonesia berbeda, itu yang pertama. Yang kedua, memang kita perlu edukasi dan penjelasan kepada siapapun tentang siklus kehidupan, sehingga tidak ada yang perlu kita takuti
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji merespons peningkatan kasus kohabitasi atau laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama dan hidup layaknya suami-istri tanpa ikatan pernikahan resmi menurut hukum.
Saat ditemui usai acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Generasi Berencana (Genre) ke-15 di Antara Heritage Center, Jakarta Pusat, Jumat, Mendukbangga Wihaji menegaskan pentingnya mengedukasi para remaja tentang siklus kehidupan untuk mengatasi fenomena tersebut.
"Saya meyakini karakter orang Indonesia berbeda, itu yang pertama. Yang kedua, memang kita perlu edukasi dan penjelasan kepada siapapun tentang siklus kehidupan, sehingga tidak ada yang perlu kita takuti," katanya.
Baca juga: Dirjen HAM Kemenkumham: KUHP baru atur tegas kohabitasi-perzinahan
Ia menegaskan para calon pengantin tidak perlu khawatir atau cemas akan pernikahan, karena siklus kehidupan dari bayi hingga lanjut usia (lansia) telah dijamin oleh negara, bahkan sebelum menikah, baik calon suami maupun istri juga mendapatkan bimbingan pranikah melalui elektronik siap nikah dan siap hamil (Elsimil).
"Maka kita harus edukasi, harus kita jelaskan tentang siklus kehidupan, dan itu (pernikahan) sebenarnya sesuatu yang biasa saja, karena itu percayalah, tidak perlu ditakuti dan dicemaskan, meski katanya biaya hidup mahal, sudah, yakinlah akan baik-baik saja," ucap Mendukbangga.
Menurutnya, apabila pasangan sudah menikah dan menikmati indahnya siklus kehidupan berkeluarga atau rasa senang memiliki anak, maka nanti akan siap sendirinya menghadapi pernikahan tersebut.
Baca juga: Kemenkumham sebut KUHP atur hukuman terhadap kohabitasi
"Kita kan juga punya program namanya Elsimil, bekerja sama dengan Kementerian Agama. Di situ ada bimbingan pranikah, kemudian para calon pengantin kita beri penjelasan dan edukasi, juga saran dan rekomendasi dari kementerian kita bahwa perempuan lebih baik menikah di usia 21 tahun dan laki-laki 25 tahun," paparnya.
Ia menegaskan ketika sudah menjalani bimbingan pranikah, maka kehidupan rumah tangga saat memiliki anak tentu bisa lebih tertata, selain itu, bimbingan tersebut juga menjadi salah satu cara untuk mencegah generasi lahir stunting, dengan mengedukasi para pasangan usia subur tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi.
Baca juga: Satpol PP razia puluhan remaja diduga kumpul kebo
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.