Banda Aceh (ANTARA) - Universitas Syiah Kuala (USK) menyatakan siap berkontribusi secara aktif untuk terlibat dalam penyelesaian empat Pulau yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Ketek yang masuk ke Sumatera Utara.
"Kita siap untuk terlibat aktif dalam pemanfaatan keahlian yang dimiliki oleh civitas akademika di bidang hukum, pemerintahan, politik, sosiologi, dan sejarah," kata Rektor USK, Prof Marwan di Banda Aceh, Jumat.
Ia menjelaskan USK berkomitmen untuk mendukung proses mediasi dan penyusunan rekomendasi yang berbasis pada prinsip-prinsip keilmuan, objektivitas, dan integritas akademik.
Menurut dia persoalan kepemilikan wilayah, terutama yang menyangkut batas administrasi antar provinsi, tidak hanya berdampak pada aspek legal-formal, tetapi juga berimplikasi luas terhadap aspek politik, tata kelola pemerintahan dan kehidupan sosial masyarakat.
Dari segi politik berpotensi menimbulkan ketegangan antara dua daerah Aceh dan Sumatera Utara yang dapat membuka ruang bagi rivalitas politik regional.
Menurut dia situasi tersebut dapat berkembang menjadi isu identitas dan sejarah yang sensitif, sehingga memperbesar potensi disintegrasi sosial dan mengurangi legitimasi pemerintah pusat, khususnya di mata masyarakat Aceh sebagai daerah yang memiliki status otonomi khusus.
Selanjutnya dari aspek pemerintahan, tumpang tindih klaim administratif atas keempat pulau tersebut dapat menimbulkan kebingungan dalam perencanaan tata ruang, pengelolaan sumber daya, serta pelayanan publik.
"Ini berpotensi menghambat pembangunan dan menciptakan ketidakpastian hukum di wilayah bersangkutan," katanya.
Kemudian secara sosiologis, situasi tersebut berisiko menimbulkan konflik horizontal di kalangan masyarakat yang berada di wilayah perbatasan.
Karena itu penyelesaian permasalahan tersebut tidak dapat dilakukan secara sepihak atau semata-mata melalui pendekatan administratif dan memerlukan mekanisme penyelesaian yang komprehensif, berbasis pada data historis, sosiologis, yuridis, dan administratif yang sah.
Ia menambahkan proses tersebut juga harus memperhatikan secara serius ketentuan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006.
“Kami meyakini bahwa solusi terbaik atas persoalan ini hanya dapat dicapai melalui pendekatan yang menjunjung tinggi keadilan, kedaulatan, serta keharmonisan antar wilayah, dengan tetap mengedepankan perlindungan terhadap hak-hak seluruh warga negara tanpa diskriminasi," kata Prof Marwan.
Prof Marwan juga menegaskan pentingnya penyelesaian yang adil, transparan, dan partisipatif, demi mencegah meluasnya dampak negatif di tengah masyarakat.
Ia menambahkan pendekatan damai dan bermartabat melalui dialog antarprovinsi, yang difasilitasi oleh pihak netral seperti kalangan akademisi, merupakan jalan terbaik untuk membangun kepercayaan publik dan menciptakan solusi yang diterima oleh semua pihak.
Pewarta: M Ifdhal
Editor: Azhari
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.