Khartoum (ANTARA News) - Indonesia dan Sudan memiliki potensi kerja sama di bidang pertanian dan pertambangan untuk meningkat hubungan bilateral terutama di bidang perekonomian, kata Duta Besar Indonesia untuk Sudan Burhanuddin Badruzzaman di Khartoum.

"Potensi kerja sama di sektor pertanian khususnya begitu besar dengan memanfaatkan air dari Sungai Nil Biru dan Sungai Nil Putih yang tak pernah kering," kata Burhanuddin dalam wawancara dengan lima wartawan Indonesia termasuk Perum LKBN Antara, kemarin.

Dia mengatakan kedua pihak juga menyambut baik dan mengapresiasi suksesnya kerja sama panen perdana proyek penanaman padi Indonesia di daerah Gedarif State, Sudan, pada 2 November 2014.

Indonesia membawa lima varietas padi unggul untuk diujicobakan di Sudan, dua di antaranya cocok untuk ditanam.

"Varietas tersebut masih akan diujicobakan sekali lagi," kata Burhanuddin, yang juga merangkap Dubes Eritrea. "Kerja sama di sektor perikanan laut juga menjanjikan," katanya.

Sebagai bentuk dukungan kepada Sudan, Indonesia telah memberikan bantuan kerja sama teknik sejak 2006-2014 sebanyak 29 program, dengan jumlah peserta mencapai 114 orang. Tahun ini dua delegasi dari Sudan pergi ke Indonesia untuk mengikuti pelatihan.

"Ini menujukkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kapasitas," kata dia.

Dalam wawancara terpisah dengan wartawan Indonesia, Menteri Mineral Sudan Osheak Mohammed Ahmed memaparkan bahwa Sudan memiliki kekayaan bahan tambang yang besar dan lebih seratus perusahaan dari berbagai negara seperti Rusia, Turki, Maroko, Tiongkok, Jepang dan Prancis telah menanam modal.

"Kami mengundang pengusaha Indonesia untuk menanam modal di Sudan," kata Ahmed.

Dia mengatakan bahwa Sudan memperoleh pendapatan yang relatif besar dari sektor penambangan emas dan lebih satu juta orang bekerja di sektor itu.

Pada bagian lain dia mengatakan bahwa Pemerintah Sudan membuat kebijakan di sektor penambangan yang ramah lingkungan.

Hubungan bilateral

RI dan Sudan menggarisbawahi hubungan bilateral kedua negara telah terjalin lama dan memiliki sejarah penting.

Syeikh Ahmed Surkati, seorang ulama Sudan dan pendiri yayasan Al-Irsyad yang berkiprah di dunia pendidikan dan dakwah Islam, telah berperan besar dalam pembaruan pemikiran Islam dan perjuangan di Indonesia dengan ikut mempercepat lahirnya gerakan-gerakan kemerdekaan Indonesia.

Bahkan pada Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955, Sudan mengirimkan utusannya meskipun pada saat itu Sudan belum merdeka.

Sudan berbatasan dengan Afrika Tengah, Chad, dan Kongo di sebelah barat, Libya dan Mesir di sebelah utara, Sudan Selatan, Ethiopia, Eritrea, Kenya dan Uganda di sebelah selatan.

Dalam rangka meningkatkan hubungan bilateral, Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, A.M. Fachir dan Menteri Negara pada Kementerian Luar Negeri Republik Sudan, Dr. Obiedalla Mohamed Obiedalla Hamdan, melakukan pertemuan Konsultasi Bilateral Pertama di Jakarta, Senin (16/2/2015).

Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas berbagai isu kerja sama kedua negara di bidang politik, ekonomi, perdagangan dan sosial budaya. Khusus bidang ekonomi, kedua pihak sepakat meningkatkan volume perdagangan dengan melibatkan pelaku usaha untuk turut andil dalam mencari peluang dan mengindentifikasi komoditas ekspor dan impor yang diperlukan kedua negara.

Pertemuan ini dimanfaatkan Wamenlu RI untuk menyampaikan undangan kepada Pemerintah Sudan untuk menghadiri peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika dan 10 tahun New Asian-African Strategic Partnership (NAASP) yang akan diselenggarakan di Jakarta dan Bandung pada 19-24 April 2015.

"Hingga kini kami belum menerima konfirmasi dari Pemerintah Sudan apakah Presiden Omer Hassan al-Bashir akan hadir dalam acara tersebut mengingat Sudan tengah sibuk menyelenggaakan pemilihan yang akan diadakan pekan depan," kata Dubes Burhanuddin.

Selain isu bilateral, kedua pihak juga membahas masalah global yang menjadi perhatian bersama, mengenai dukungan penuh bagi upaya kemerdekaan Palestina dan pandangan tentang Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang tidak merefleksikan agama Islam.

Wamenlu RI juga menyampaikan komitmen dan keikutsertaan Indonesia pada perdamaian dunia melalui pengiriman pasukan pemelihara perdamaian pada UNAMID.

Jumlah WNI di Sudan yang tercatat pada data KBRI Khartoum per 31 Maret 2015 adalah 1.591 orang yang sebagaian besar terdiri atas 150 pekerja profesional serta personil TNI dan Polri yang tergabung dalam misi PBB (UNAMID, UNISFA dan IOM), 250 buruh migran, 346 mahasiswa dan 800 personil (satuy batalionin) TNI yang tergabung pada misi PBB di Darfur.

Indonesia dan Sudan telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) mengenai Konsultasi Bilateral.

Turut ditandatangani pula MoU Kerja Sama Bidang Perikanan dan Joint Communique mengenai pemberantasan an Illegal, Unregulated, Unreported (IUU) Fishing.

Indonesia dan Sudan sepakat meningkatkan volume perdagangan dengan melibatkan pelaku usaha dalam mencari peluang dan mengindentifikasi komoditas ekspor dan impor yang diperlukan kedua negara.

Pewarta: Mohammad Anthoni
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015