Indonesia perlu mendorong keberagaman pangan dengan memanfaatkan potensi komoditas lokal tahan kekeringan, seperti sorgum, sagu, ubi kayu, dan talas yang cocok dikembangkan di lahan marginal serta memperkuat ketahanan pangan nasional
Jakarta (ANTARA) - Tanggal 17 Juni diperingati sebagai Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia, sebuah momentum untuk merenungkan tantangan besar yang dihadapi sektor pertanian kita.
Degradasi lahan dan kekeringan bukan hanya ancaman lingkungan, tetapi juga krisis ketahanan pangan yang harus ditanggapi dengan serius.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa sekitar 14 juta hektare lahan mengalami degradasi lahan (berat). Artinya kemampuan tanah dalam menopang kehidupan tanaman dan mempertahankan kesuburannya telah menurun drastis.
Proses degradasi lahan ini dimulai dari konversi hutan yang tidak terkendali, eksploitasi pertambangan, hingga penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan potensi dan pengelolaan yang kurang tepat. Akibatnya, lahan yang semula subur menjadi tidak produktif, mengurangi kapasitas produksi pangan nasional.
Degradasi lahan yang ditandai dengan kekeringan melanda berbagai daerah di Indonesia semakin memperburuk kondisi pertanian. Pada tahun 2023, fenomena El Nino menyebabkan musim kemarau panjang, mengakibatkan kerusakan tanaman dan kebakaran hutan. Meskipun diperkirakan musim hujan pada 2025 akan normal, risiko kekeringan tetap ada, terutama pada musim kemarau dari Juli hingga September.
Meskipun tantangan besar dihadapi terkait degradasi lahan, ada optimisme dalam sektor pertanian. Pada kuartal pertama 2025, produksi beras nasional meningkat tajam sebesar 52,32 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, mencapai 8,67 juta ton. Peningkatan ini sejalan dengan meluasnya luas panen padi yang diperkirakan mencapai 2,83 juta hektare.
Terkait degradasi lahan, Kementerian Pertanian juga menargetkan produksi padi nasional mencapai 34 juta ton pada tahun 2025, sebagai bagian dari upaya mencapai swasembada pangan pada 2027. Untuk mendukung hal ini, pemerintah berencana membuka 3 juta hektare lahan baru untuk pertanian, dengan fokus pada lahan rawa di Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, dan Papua.
Untuk memastikan keberlanjutan produksi pertanian, pengelolaan lahan harus dilakukan secara bijaksana. Restorasi untuk mengatasi degradasi lahan menjadi langkah penting untuk mengembalikan fungsi ekologis dan produktivitas lahan. Selain itu, penerapan teknologi pertanian yang ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik dan sistem irigasi yang efisien, dapat membantu meningkatkan hasil pertanian, tanpa merusak lingkungan.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.