“Terjadi kekosongan hukum. TV konvensional merasa hanya mereka yang diawasi, sementara platform digital tidak,”

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Abraham Sridjaja mengusulkan agar platform digital layanan over the top (OTT) seperti Netflix, TikTok, hingga YouTube, diatur dengan undang-undang (UU) tersendiri yang berbeda dengan UU tentang Penyiaran.

Menurut dia, RUU Penyiaran yang sudah digagas lebih dari satu dekade lalu tidak lagi memadai karena tidak mencakup platform digital hingga OTT, sehingga menciptakan kekosongan hukum dan ketimpangan pengawasan antara media konvensional dan digital.

“Terjadi kekosongan hukum. TV konvensional merasa hanya mereka yang diawasi, sementara platform digital tidak,” kata Abraham di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

Dia menilai bahwa definisi “penyiaran” dalam RUU perlu dipertajam agar tidak menimbulkan kerancuan dalam praktik pengawasan. Menurut dia, RUU Penyiaran yang berfokus pada siaran melalui gelombang radio, harus terpisah dengan konten digital yang perlu diatur tersendiri.

Baca juga: Kemkomdigi: Penghentian sementara platform WorldID masih berlaku

Baca juga: Wamen Ekraf bahas pengembangan platform sejarah dan spiritualitas

"Kalau semua digabung, KPI akan jadi super power. Maka OTT sebaiknya diatur dalam UU lain. Di Amerika, misalnya, ada FCC untuk TV konvensional dan lembaga lain untuk OTT,” katanya.

Dia pun mengingatkan, revisi UU Penyiaran harus menghindari tumpang tindih kewenangan antara lembaga pengawas seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dewan Pers, dan Direktorat Pengawasan Ruang Digital di bawah Kominfo Digital (Komdigi).

Menurutnya, pengaturan yang serampangan berpotensi menciptakan konflik antar-lembaga serta membuka celah penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum.

Di sisi lain, dia juga menyampaikan bahwa masyarakat resah terhadap konten vulgar di platform digital yang tidak tersentuh sensor. Menurut dia, penanganan hal tersebut tetap harus mengedepankan kerangka hukum yang jelas dan tidak tumpang tindih.

"Kalau mau dimasukkan, harus jelas sejak awal. Judulnya juga harus berubah, misalnya jadi ‘RUU Penyiaran dan Konten Digital’. Kalau tidak, ini akan menimbulkan konflik kewenangan,” kata dia.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.