PBB (ANTARA) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengecam insiden tewas dan terlukanya warga Gaza saat berusaha mendapatkan bantuan makanan dari lokasi distribusi yang dimiliterisasi dan tidak dikelola PBB sebagai hal yang "tidak dapat diterima," demikian disampaikan Farhan Haq, wakil juru bicara (jubir) Guterres, pada Selasa (17/6).
"Sekjen mengecam insiden tewas dan terlukanya warga sipil di Gaza yang lagi-lagi ditembaki saat berusaha mendapatkan makanan," ungkap Haq. "Insiden tersebut tidak dapat diterima."
Hal ini menjadi kecaman paling keras dari sekjen PBB terhadap berbagai insiden pembunuhan yang terjadi.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) mengatakan Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan 338 lebih orang tewas dan lebih dari 2.800 lainnya terluka saat berusaha mendapatkan makanan di pusat-pusat distribusi Gaza Humanitarian Foundation (GHF) sejak program yang didukung Israel dan Amerika Serikat (AS) itu dimulai pada akhir Mei.
Dikatakan Haq, sekjen terus menyerukan dilakukannya penyelidikan segera dan independen terhadap semua laporan insiden pembunuhan semacam itu dan menekankan pentingnya memastikan akuntabilitas.
Jubir tersebut juga mengatakan sekjen PBB menegaskan kebutuhan dasar penduduk Palestina di Gaza sangat besar dan masih belum terpenuhi. "Israel memiliki kewajiban yang jelas berdasarkan hukum humaniter internasional untuk menyetujui dan memfasilitasi bantuan kemanusiaan bagi semua warga sipil yang membutuhkan," ujarnya.
"Akses masuk tanpa hambatan bagi bantuan kemanusiaan dalam skala besar harus segera dipulihkan. PBB dan semua pekerja kemanusiaan harus diizinkan untuk bekerja dengan aman dan terlindungi dalam kondisi yang sepenuhnya menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan."
Jubir itu menambahkan bahwa Guterres mengatakan semua sandera Israel yang ditahan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 harus segera dibebaskan dan tanpa syarat. "Sekjen terus menyerukan gencatan senjata permanen sesegera mungkin," sebut Haq.
Dikatakan OCHA, mitra-mitra kemanusiaan mereka melaporkan bahwa pada Selasa saja 60 lebih orang tewas dan lebih dari 280 lainnya terluka, beberapa di antaranya dalam kondisi kritis, saat sedang menunggu bantuan di Khan Younis. Militer Israel menyebut pasukannya menembaki ke arah kerumunan dan menyatakan insiden tersebut sedang ditinjau.
Lebih lanjut menurut OCHA, para korban telah dilarikan ke Kompleks Medis Nasser, di mana unit gawat darurat dan perawatan intensif sudah kewalahan, sementara tim medis beroperasi dengan pasokan yang sangat terbatas.
Sekitar 70 orang yang terluka dirujuk ke sejumlah rumah sakit lapangan, sebagian besar ke Rumah Sakit Lapangan International Medical Corps.
Jonathan Whittall, kepala OCHA untuk wilayah Palestina yang diduduki, sedang berada di Gaza dan melaporkan bahwa insiden terbaru tewasnya banyak orang ini "merupakan bagian dari pola yang mengerikan, mengingat para korban selamat berulang kali menceritakan mereka diserang saat berusaha mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup."
OCHA kembali menegaskan bahwa warga sipil tidak boleh menjadi sasaran, apalagi mereka yang berusaha mendapatkan makanan di tengah kelaparan yang masih berlangsung. "Mitra-mitra kemanusiaan kami terus melaporkan bahwa persediaan bahan bakar di Gaza telah mencapai level yang sangat kritis," ungkap OCHA.
"Tanpa adanya pasokan ulang sesegera mungkin, layanan-layanan esensial, termasuk penyediaan air bersih, akan terhenti dalam waktu dekat." OCHA menyebutkan bahwa pasokan solar yang diperlukan untuk mengoperasikan peralatan penting di Gaza selatan hampir habis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan tidak ada pasokan bahan bakar yang masuk ke Gaza selama lebih dari 100 hari dan upaya untuk mengambil pasokan bahan bakar dari zona evakuasi ditolak oleh otoritas Israel.
WHO menyebutkan 17 rumah sakit, tujuh rumah sakit lapangan, dan 43 pusat kesehatan primer, yang saat ini beroperasi dengan jumlah bahan bakar harian minimum, tak lama lagi semuanya akan berhenti beroperasi.
"PBB dan para mitra kemanusiaan kami sekali lagi menyerukan akses kemanusiaan sesegera mungkin dan tanpa hambatan terhadap pasokan bantuan kami, pada keluarga-keluarga di Jalur Gaza, serta terhadap stok bahan bakar kami," kata OCHA.
OCHA mengatakan bahwa makin banyaknya perintah pengungsian dari Israel kian memperburuk situasi yang sudah tak tertahankan, terutama bagi anak-anak.
Menurut badan PBB tersebut, para mitranya melaporkan beberapa pusat perlindungan anak terpaksa ditutup akibat perintah-perintah itu, sehingga meningkatkan kepadatan berlebih di segelintir pusat yang masih beroperasi.
OCHA mengatakan di Tepi Barat, pasukan Israel memperketat pembatasan pergerakan antara kota dan desa di Palestina melalui jaringan yang terdiri dari 800 lebih pos pemeriksaan fisik, gerbang, blokade jalan, dan hambatan lainnya.
"Pembatasan ini telah secara efektif memecah Tepi Barat, mengisolasi masyarakat dari layanan-layanan esensial dan sumber penghidupan," ujar OCHA, seraya menambahkan bahwa operasi Israel di wilayah utara semakin intensif, yang menyebabkan pengungsian dan kerusakan lebih lanjut.
Selain itu, OCHA juga mengatakan pasukan Israel terus melakukan penyerbuan besar-besaran di kamp Askar di Nablus yang dimulai pada Senin (16/6) dan melibatkan pencarian serta penangkapan dari rumah ke rumah.
Otoritas Israel memberitahukan kepada Kantor Koordinasi Distrik Palestina bahwa setidaknya 15 bangunan permukiman harus dikosongkan menjelang operasi selama 48 jam yang direncanakan oleh pasukan Israel. Alhasil, sekitar 75 orang terpaksa mengungsi.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.