Mataram (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Barat menyiapkan peta jalan konservasi kakatua kecil jambu kuning (Cacatua sulphurea occidentalis) agar upaya pelestarian dan perlindungan bisa lebih terarah, efektif, efisien, dan akuntabel.
"Taman Nasional Mayo Satonda terkhusus Pulau Moyo adalah habitat terakhir kakatua kecil jambul kuning. Habitat yang masih sangat baik, selain Cagar Alam Jereweh yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat," kata Kepala BKSDA NTB Budhy Kurniawan di Mataram, Rabu.
Pada hari ini BKSDA NTB melalui proyek CONSERVE menggelar konsultasi publik akhir terhadap dokumen peta jalan konservasi kakatua kecil jambu kuning.
Kegiatan itu melibatkan berbagai pihak mulai dari organisasi perangkat daerah, aparat keamanan, hingga masyarakat untuk memperkuat kesepakatan dan kolaborasi agar upaya konservasi insitu maupun eksitu bisa dilakukan di Pulau Moyo.
"Kami berharap (konsultasi publik) ini tahap terakhir, sehingga mungkin dalam sepekan ke depan kami sudah rampungkan (dokumen peta jalan) dan sahkan, kemudian bisa kami implementasikan," kata Budhy.
Baca juga: BKSDA Maluku selamatkan 7 ekor kakaktua seram di Pelabuhan Ambon
Baca juga: 23 kakatua koki dikembalikan ke habitat alaminya di Maluku
Pulau Moyo merupakan habitat penting bagi burung kakatua kecil jambul kuning. Satwa itu memiliki tubuh yang kecil sekitar 33 sampai 35 centimeter saha dengan warna bulu didominasi putih, jambul berwarna kuning, dan paruh berwarna hitam melekung tajam serta kuat.
Burung kakatua kecil jambul kuning tersebar di Kepulauan Sunda Kecil mulai dari Pulau Nusa Penida, Sumbawa, Moyo, Komodo, Flores, hingga Lembata. Sedangkan, di Pulau Lombok sudah dinyatakan punah karena tidak pernah terlihat selama kurun waktu 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data hasil pengamatan langsung yang dilakukan oleh tim BKSDA NTB pada tahun 2024, jumlah populasi kakatua kecil jambul kuning di Pulau Moyo hanya tersisa 51 ekor yang dijumpai pada beberapa titik pengamatan di bagian selatan, timur, dan barat Pulau Moyo.
Ahli ekologi hewan dari Universitas Mataram, I Wayan Suana mengatakan peta jalan konservasi sangat dibutuhkan agar bisa meningkatkan populasi kakatua kecil jambul kuning di Pulau Moyo.
"Peta jalan ibarat sebuah penuntun bagi kita bukan hanya BKSDA, semuanya, siapa-siapa yang berperan di situ. Harapan ke depan ada peningkatan populasi, kelestarian ekosistem itu sendiri, dan kesejahteraan masyarakat," pungkas dosen yang mengajar mata kuliah biologi tersebut.
Baca juga: BKSDA Maluku amankan Nuri dan Kakatua tanpa pemilik di pelabuhan Ambon
Baca juga: BKSDA Maluku lepasliarkan 25 satwa dilindungi, burung hingga ular
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.