Jakarta (ANTARA) - Mantan narapidana terorisme (napiter) Arif Budi Setyawan mengingatkan untuk mewaspadai konflik global di Timur Tengah dimanfaatkan oleh kelompok garis keras untuk menyebarkan ideologi, propaganda, perekrutan hingga pengumpulan donasi.

Dia menekankan perlunya masyarakat berpikir kritis dalam menanggapi isu-isu global karena ditengarai ada kepentingan lain seperti ideologi, ekonomi, hingga politik.

“Perang itu pasti punya motif politik dan ekonomi. Perang itu butuh energi, butuh pasukan, dan butuh motivasi yang kuat, dan motivasi agama memang sering digunakan untuk menggerakkan orang untuk berperang,” kata Arif dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Dia pun menyebut masyarakat perlu mencermati narasi dan tujuan yang dibangun oleh kelompok garis keras, misalnya narasi ekstrem di media sosial yang berpotensi memecah belah masyarakat.

Baca juga: BNPT: Silaturahmi Kebangsaan pendekatan humanis deradikalisasi

Dia mencontohkan hal itu seperti menghardik, memusuhi, mengkafirkan orang lain yang tidak sependapat sehingga berpotensi terjadinya polarisasi di masyarakat dan berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Narasi itu ke mana arahnya? Tidak serta merta langsung mengiyakan, menyetujui, tapi berpikir kritis dengan mempertanyakan apa akan berdampak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?” ujarnya.

Mantan simpatisan Jamaah Islamiyah itu juga mengemukakan pola narasi yang kerap dimainkan oleh kelompok garis keras dengan menyederhanakan konflik menjadi pertarungan hitam-putih.

Hal tersebut, kata dia, membuat ruang analisis yang jernih dan dialog yang konstruktif menjadi tertutup, apalagi mengaburkannya dengan pemahaman agama untuk memicu polarisasi sosial.

Misalnya, kata dia, Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan kelompok pendukungnya akan membawa narasi konflik global ke arah penegakan syariat atau pendirian negara Islam.

“Misalnya ISIS, meskipun menggunakan narasi agama, tujuannya tidak murni untuk membela Islam, tetapi lebih kepada penguasaan wilayah dan kekuasaan global. Ini adalah bagian dari permainan politik internasional,” katanya.

Untuk itu, dia menekankan kewaspadaan dalam bertindak di tengah masifnya informasi di media sosial, termasuk menyelaraskan pandangan politik resmi negara dan melakukan donasi kepada lembaga yang terverifikasi.

“Karena konflik antarnegara jika disikapi secara individu, kemudian mengirimkan kader (berhijrah), bisa jadi nanti terjebak seperti fenomena ISIS,” kata dia.

Baca juga: BNPT beri edukasi masyarakat untuk terima kembali narapidana terorisme

Baca juga: Densus 88 latih 40 eks napi terorisme dari Sumatera sebagai teknisi AC

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.