Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN) terus mengingatkan bahwa kehamilan yang terlalu cepat dapat membahayakan ibu dan bayi, sehingga diperlukan upaya pencegahan, salah satunya dengan cara ber-KB.

"Waktu pascapersalinan merupakan waktu yang strategis untuk intervensi dalam mencegah kehamilan yang tidak diinginkan," kata Kepala Perwakilan BKKBN DIY Mohamad Iqbal Apriansyah pada kegiatan Penguatan Kebijakan dan Strategi KB Pascapersalinan di Kantor Perwakilan BKKBN DIY, Rabu.

Pada kesempatan tersebut Iqbal menyoroti pentingnya pelayanan Keluarga Berencana Pasca-Persalinan (KB PP) sebagai upaya pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan.

Menurut dia, capaian KB PP di DIY menunjukkan tren positif, di mana pada 2024 mencapai 53,17 persen atau meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 43,6 persen.

"Meskipun begitu, capaian tersebut masih di bawah target nasional yang tercantum dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021 yakni 70 persen," katanya.

Ia mengatakan, KB PP adalah program penggunaan kontrasepsi dalam waktu paling lama 42 hari setelah melahirkan atau selama masa nifas, dengan tujuan jelas, yaitu untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, serta menghindari risiko kesehatan yang bisa membahayakan ibu dan bayi.

"Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2017) menunjukkan sekitar 25 hingga 30 persen kehamilan terjadi hanya dalam 12 bulan setelah melahirkan. Jarak kehamilan yang terlalu dekat berpotensi menimbulkan berbagai risiko kesehatan bagi ibu dan bayi," katanya.

Baca juga: Mendukbangga: Bidan tentukan keberhasilan KB dan pencegahan stunting
Baca juga: Mendukbangga: Layanan KB di tempat kerja penuhi hak perempuan

Iqbal mengatakan, rahim yang belum pulih sepenuhnya, ditambah dengan kondisi tubuh ibu yang masih dalam masa pemulihan, meningkatkan risiko gangguan kesehatan, belum lagi dampak psikologis juga muncul akibat perubahan tubuh ibu ketika hamil lagi sementara harus merawat bayi.

Salah satu faktor penyebab utama tingginya angka kehamilan dalam waktu singkat adalah rendahnya penggunaan kontrasepsi pasca-persalinan.

"Banyak ibu yang tidak menyadari kapan masa subur mereka kembali, khususnya selama masa menyusui," katanya.

Ia mengatakan, menyusui tidak selalu menjadi metode yang efektif untuk mencegah kehamilan. Selain itu, terbatasnya konseling KB PP juga berkontribusi pada rendahnya penggunaan kontrasepsi di periode tersebut.

"Melalui kegiatan ini diharapkan ada peningkatan keberlanjutan program KB PP dengan penguatan regulasi di daerah, serta ada peningkatan kualitas pelayanan dan kolaborasi antara semua pihak terkait, mulai dari bidan, penyuluh KB, hingga pengelola program KB di tingkat DIY dan kabupaten/kota," katanya.

Dinas Kesehatan Provinsi DIY yang diwakili Utami Kurniasih menyampaikan pentingnya penguatan kebijakan pelayanan KB PP melalui implementasi regulasi kesehatan yang dapat berjalan secara optimal sesuai peran dan kewenangan setiap institusi terkait.

Sementara Sri Suharti yang mewakili Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (PD IBI) Daerah Istimewa Yogyakarta memaparkan strategi dan upaya untuk mengoptimalkan capaian pelayanan kontrasepsi pascapersalinan di wilayah DIY.

Baca juga: Sambut Harganas, Kemendukbangga akan beri layanan KB di daerah 3T
​​​​​​​
Baca juga: Kemendukbangga/BKKBN rancang peta jalan kependudukan di Sumatera

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.