Tiga kali saya ucapkan terima kasih banyak, bapak Presiden memang luar biasa, Pak Presiden tahu sejarah Aceh

Banda Aceh (ANTARA) - Dalam sepekan terakhir, isu empat pulau begitu hangat diperbincangkan masyarakat Aceh, tepatnya setelah Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution berkunjung ke Pendopo Meuligoe Gubernur Aceh pada Rabu, 4 Juni 2025 itu.

Bobby yang datang bersama Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu bertemu Gubernut Aceh Muzakir Manaf atau Mualem untuk membahas tentang pengalihan empat pulau (Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek), dari bagian Kabupaten Aceh Singkil, menjadi bagian dari KaupatenTapanuli Tengah, Sumut, berdasarkan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 dan ditetapkan pada 25 April 2025.

Keputusan Mendagri menuai penolakan dari pihak Aceh, karena Aceh mempunyai keyakinan dengan bukti yang kuat bahwa empat pulau tersebut milik tanah rencong, dan harus dikembalikan.

Setelah itu, suara-suara dari seluruh elemen di Aceh mulai diteriakkan, baik itu dari masyarakat sipil, anggota DPR/DPD RI hingga Pemerintah Aceh sendiri bertekad untuk mengembalikan empat pulau ke pangkuan Serambi Mekkah.

Surat kesepakatan bersama antara Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatera Utara tentang status kepemilikan empat pulau di wilayah Aceh Singkil, di Jakarta, Selasa (17/6/2025) (ANTARA/HO)

Mualem menjadikan masalah pengembalian empat pulau ini sebagai prioritas, karena Aceh berkewajiban mempertahankan hak-haknya.

Jumat malam, 13 Juni 2025, mantan Panglima GAM itu mengumpulkan anggota DPR Aceh, Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI asal Aceh, ulama, akademisi serta stakeholder lainnya untuk membahas dan menentukan sikap atas sengketa empat pulau itu.

Rapat tersebut akhirnya menghasilkan surat keberatan atas Keputusan Mendagri yang mengalihkan empat pulau Aceh ke Sumatera Utara. Surat protes dilayangkan, serta dibarengi langkah advokasi bersama untuk pengembalian pulau tersebut.

Mualem menegaskan, ada tiga langkah yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa pulau itu, pertama secara kekeluargaan, lalu administratif dan politis. "Pada intinya, Kemendagri harus mengembalikan empat pulau itu untuk Aceh" ujarnya.

Selain itu, kesepakatan rapat itu juga memutuskan bahwa Aceh tidak bakal membawa masalah empat pulau tersebut ke ranah pengadilan dalam hal ini PTUN (pengadilan tata usaha negara).

Langkah hukum dinilai tidak diperlukan karena empat pulau itu berdasarkan nilai historis, kependudukan, bangunan, hingga aktivitas masyarakat di sana menunjukkan kepemilikan Aceh yang kuat.

"Poinnya (surat keberatan) itu, pertama hak kita, bukti dan data hak kita, kemudian secara historis hak kita. Secara penduduk kita, secara geografis hak kita, saya rasa seperti itu, itu saja kita pertahankan," tegas Mualem.

Salah satu bukti kuat yang dimiliki Aceh atas kepemilikan empat pulau itu adalah surat kesepakatan bersama antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara tahun 1992 yang menentukan status kepemilikan empat pulau itu.

Kesepakatan bersama 1992 tersebut, ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dengan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar, dan disaksikan langsung oleh Mendagri Rudini. Kemudian, bukti tersebut menjadi pertimbangan Presiden dan Mendagri untuk pengembalian empat pulau tersebut ke Aceh.

Baca juga: Bamsoet: Keputusan Presiden soal empat pulau tegaskan soliditas NKRI

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.