Hukuman seperti push up 200 kali, squat jump sambil bawa aqua galon, dicambuk, disetrum, itu kalau tidak memenuhi kuota yang ditargetkan (mencari) nomor WA
Jakarta (ANTARA) - Suatu pagi yang jauh dari hiruk pikuk Kota Binjai, Ekky Perdhana duduk seorang diri beralas selembar kain beludru. Dalam diam, pria berusia 30 tahun itu berusaha mengingat-ingat peristiwa saat ia menjadi korban perdagangan orang di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar.
Baginya, menceritakan kembali peristiwa empat bulan lalu itu bak memutar rentetan sendu. Garis-garis kelabu itu pun timbul dan tenggelam dalam ingatannya.
Pengujung tahun 2024 menjadi awal mula cerita. Tawaran kerja sebagai pramusaji dengan gaji Rp 15 juta per bulan membuat warga Jalan Beringin Tujuh, Binjai Utara, Kota Binjai itu tergoda.
Ekky dan tiga orang sebaya dari kota yang sama berangkat menuju "Negeri Seribu Pagoda" dengan harapan dapat memperbaiki ekonomi keluarga.
Setelah tiba di Bandara Don Mueang, Thailand, Ekky dan kolega dijemput oleh sejumlah orang menggunakan kendaraan bus, menempuh perjalanan darat menuju suatu tempat yang tidak diketahui keberadaannya. Berpuluh kilometer mereka lalui, menembus pegunungan dan belantara dengan pepohonan yang tinggi menjuntai.
"Jadi, setelah kami lewati pegunungan mulai curiga, sampai di titik sungai itu kami diturunkan. Tentara Myanmar yang bersenjata sudah menyuruh kami naik perahu. Setelah kami naik perahu kami menyeberangi sungai dari negara Thailand ke Myanmar," kata Ekky.
Junta militer mengantarkan mereka ke lokasi yang disebutnya sebagai perusahaan. Di fasad depan, Ekky dan teman-temannya diperiksa, seluruh alat komunikasi mereka pun disita.
Alih-alih mendapat pekerjaan dan cuan sesuai yang dijanjikan, ia justru dilibatkan dalam praktik penipuan berbasis jaringan bernama "Love Scam".
Ekky ditugaskan untuk membuat akun media sosial dengan foto profil perempuan berpenampilan menarik, lalu mengirim pesan "menggoda" kepada target-target yang telah ditentukan. Setelah korban terperangkap, proses selanjutnya diambil alih oleh tim yang lain untuk mencoba menguras rekening korban.
Target yang dibidik pun secara spesifik ditentukan; pengusaha dan anggota parlemen yang berasal dari Malaysia dan Indonesia.
"Alasannya, ya, karena mereka dinilai punya uang yang bisa dikuras", ujar Ekky.
Selama bekerja, Ekky diwajibkan untuk mencari delapan korban setiap hari dengan target sebesar Rp 200 juta rupiah. Jika target tersebut meleset, maka eksploitasi, ancaman, hingga kekerasan fisik yang akan ia dapatkan.
"Hukuman seperti push up 200 kali, squat jump sambil bawa aqua galon, dicambuk, disetrum, itu kalau tidak memenuhi kuota yang ditargetkan (mencari) nomor WA", kata dia.
Baca juga: Begini modus pelaku kejahatan perdagangan orang ke korban di Jakarta
Baca juga: Penting, pemberian keterampilan dan akses pekerjaan PMI korban TPPO
Halaman berikut: Pemulangan PMI melalui operasi senyap lintas negara
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.