Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (PPRT) Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) merupakan kewajiban konstitusional sehingga perlu dilakukan segera.
Selain itu, pengesahan RUU yang telah bergulir 21 tahun di DPR ini juga dinilai langkah penting demi memenuhi kewajiban Indonesia terhadap instrumen HAM, mewujudkan keadilan, dan memberikan perlindungan maksimal kepada kelompok rentan.
“Komitmen Presiden Prabowo Subianto pada May Day 2025 dan dimasukkannya RUU PPRT ke Prolegnas Prioritas 2025–2029 menjadi momentum penting dan sinyal positif demi segera disahkannya RUU PPRT,” kata Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Putu Elvina dalam keterangannya diterima di Jakarta, Kamis.
Komnas HAM mendorong pembentuk undang-undang, yakni DPR dan Pemerintah untuk menggunakan momentum tersebut secara maksimal, demi memberikan kepastian hukum, perlindungan, dan keadilan kepada sekitar 4,2 juta PRT di Indonesia.
“Yang mayoritas merupakan perempuan dan kelompok rentan,” tuturnya.
Dijelaskan Putu Elvina, Komnas HAM sepanjang tahun 2024 menerima sebanyak 47 aduan terkait dugaan pelanggaran HAM yang dialami PRT.
Aduan yang diterima itu meliputi dugaan kekerasan fisik, psikis, dan seksual; diskriminasi upah dan kerja; eksploitasi, kerja paksa, dan perbudakan modern; perdagangan manusia; serta pengucilan, pembatasan kebebasan, dan perlakuan tidak manusiawi.
Selain pengaduan, kajian Komnas HAM pada tahun 2024 juga menemukan bahwa PRT masih hidup tanpa kepastian kerja, perlindungan hukum, dan jaminan kerja yang manusia. Kondisi itu menyebabkan terjadinya kerentanan serta pelanggaran HAM secara luas dan terus-menerus.
Menindaklanjuti aduan dan kajian dimaksud, Komnas HAM merekomendasikan kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR agar RUU PPRT harus memenuhi setidaknya lima aspek demi mewujudkan perlindungan HAM yang maksimal.
Aspek yang pertama, yakni pengakuan PRT sebagai pekerja yang sah, bukan pembantu, sementara aspek yang kedua adalah jaminan sosial dan perlindungan dengan mengatur upah layak, jaminan kesehatan, kerja manusiawi, dan perlindungan dari kekerasan.
Adapun aspek ketiga, penghapusan diskriminasi dengan mengintegrasikan pendekatan HAM dan gender; aspek keempat, pengawasan dan penegakan hukum dengan mengoptimalkan peran pemerintah, lembaga pengawas dan penegak hukum; serta aspek kelima, perlindungan PRT rentan dengan mengakomodasi kebutuhan kelompok PRT disabilitas, di bawah umur, dan migran.
“Dengan disahkannya RUU PPRT pada tahun 2025, diharapkan perlindungan PRT dari kekerasan, diskriminasi, dan perbudakan modern dapat ditingkatkan untuk mewujudkan keadilan, martabat, dan kesetaraan manusia, serta memenuhi kewajiban konstitusional negara,” demikian Putu Elvina.
Baca juga: Komnas HAM: Festival HAM ajang memberikan kritik dengan cara sehat
Baca juga: Komnas HAM keluarkan rekomendasi kasus SDN Pondok Cina 1 Depok
Baca juga: KPAI: Masyarakat berperan dalam intervensi cegah tawuran anak
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.