Jakarta (ANTARA News) - Indonesia adalah produsen rumput laut terbesar di dunia. Dari seluruh rumput laut di dunia, separuhnya berasal dari Indonesia.

Garis pantai yang panjang di negeri ini menyediakan potensi lahan rumput laut sekitar 1,1 juta ha. Saat ini baru sekitar 20 persen lahan tergarap.

Kebutuhan global rumput laut jenis "Eucheuma" 236.000 ton kering per tahun, baru dipenuhi 145.000 ton. Untuk jenis "Gracilaria", bahan pembuatan agar-agar, 96.000 ton, baru diproduksi 48.500 ton kering per tahun.

Saat ini, produksi rumput laut kering dunia berkisar 1,2 juta ton. Sekitar 50 persen dari Indonesia dan 35 persen dari Filipina.

Tapi, Indonesia hanyalah eksportir rumput laut mentah dan tak menjadi produsen produk berbahan baku rumput laut.

Selama ini rumput laut Indonesia diekspor ke Denmark, Tiongkok, Filipina, Hong Kong, Spanyol, Jepang, dan Amerika Serikat, sebagai bahan pangan, obat, dan kosmetika.

Ekspor terbesar masih berupa rumput laut kering. Nilainya menyumbang 36 persen dari total ekspor perikanan yang mencapai Rp30 triliun.

Adapun rumput laut jenis "Eucheuna cottonii" hampir 90 persen diekspor berbentuk "chips" atau tepung, sehingga nilai tambahnya kecil.

Kebijakan penghentian ekspor rumput laut mentah secara bertahap sejatinya sudah dilakukan sejak 2011, dan kala itu ditarget sampai 2014 tak ada lagi rumput laut mentah yang diekspor.

Kementerian Perindustrian bahkan sejak lama mendukung penghentian ekspor rumput laut secara bertahap.

Alasannya, hasil rumput laut yang melimpah ruah di negeri ini hanya bisa terserap pasar di dalam negeri sebesar 25 persen saja, sedangkan sisanya sebanyak 75 persen diekspor dalam bentuk bahan mentah.

Penghentian ekspor rumput laut secara bertahap itu ditujukan agar produk rumput laut dalam negeri bisa bersaing dengan hasil laut dari negara lain.

Penghentian ekspor rumput laut mentah juga dilakukan untuk lebih meningkatkan nilai tambah, dan menghidupkan industri rumput laut dalam negeri.

Melalui kebijakan ini diharapkan produk kosmetik seperti pemutih (whitening), sabun, dan lainnya diproduksi dalam negeri lalu diekspor.

Ekspor mentah yang dilakukan selama ini, salah satu imbasnya pada nilai produk yang selalu dimainkan industri di negara "buyers".

Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis mengusulkan penyusunan "roadmap" atau peta jalan pengembangan usaha rumput laut di Indonesia agar setiap kegiatan industri rumput laut dapat lebih selaras dan terarah dengan meningkatkan nilai tambah, mendorong dan memediasi pemanfaatan dan penggunaannya kepada industri produk jadi tanpa menghambat pemasaran ekspor bahan baku rumput laut.

"Kelancaran pemasaran hasil produksi petani rumput laut perlu terus dibangun dengan memperkuat hubungan usaha antara petani, eksportir dan industri rumput laut baik dalam maupun luar negeri," tuturnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto menyatakan dukungannya terhadap ekspor bahan baku rumput laut tanpa mengesampingkan kebutuhan industri dalam negeri.

"Rumput laut Indonesia produksinya cukup banyak, bila bisa mengekspornya kenapa harus ditahan dan dihambat? Kebutuhan industri lokal penyerapannya masih kecil sehingga masih bisa terpenuhi," kilahnya.

Ia berpendapat bahwa pelarangan ekspor rumput laut akan menimbulkan efek meluas ke sektor tenaga kerja, dan berkurangnya pendapatan petani dan masyarakat.

Untuk mencapai program hilirisasi rumput laut, katanya, pertukaran informasi antarnegara, alih teknologi serta investasi harus diperhatikan dengan serius.

"Peta jalan rumput laut harus segera dibuat sebagai acuan semua pihak untuk mengembangkan hilirisasi komoditas rumput laut," tuturnya.

Terkait hal itu, Yugi juga mengaku bahwa pihaknya telah berkomitmen untuk memediasi dan memfasilitasi kredit atau pembiayaan dengan lembaga perbankan dan pembiayaan secara inklusif pada sektor rumput laut dengan mengoptimalkan program kerja sama Kadin Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Siapkan Industri
Merespon pasang surutnya industri rumput laut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin memastikan industri siap menampung rumput laut nelayan.

"Kita ini mau memulai menggalakkan rumput laut dari petani dari nelayan, kita ingin besar-besaran. Tapi kita lihat siapakah industri yang bisa menyerap," kata Presiden Jokowi.

Ia mengatakan, Indonesia memerlukan banyak pabrik pengolah rumput laut, misalnya, untuk kosmetik, pasta gigi, dan produk turunan lainnya.

"Harus ada industri hilirisasi sehingga kita tidak hanya mengekspor rumput laut, tapi barang jadi atau setengah jadi," tukasnya.

Mulai saat ini, Presiden ingin industri rumput laut dalam negeri dikembangkan.

"Bu Susi mulai beri stimulasi nelayan/petani untuk memproduksi rumput laut. Ini jangan sampai petani produksi banyak lalu yang serap siapa," tambahnya.

Jokowi sendiri memantau sudah ada beberapa pabrik pengolah rumput laut di Indonesia selain, misalnya, PT Agarindo di Tangerang yang memproduksi agar-agar.

Di Jawa Timur, ada pabrik serupa yang mengolah rumput laut untuk menghasilkan kosmetik, obat, shampo, dan lain-lain.

Di Makassar, kata dia, akan ada pabrik PMDN pengolah rumput laut menjadi kosmetik yang akan segera dilakukan "ground breaking"-nya dalam waktu dekat.

"Artinya, menyuruh petani menanam rumput laut siapkan dulu industrinya untuk menyerap. Kalau tidak diserap industri dalam negeri, baru sisanya boleh diekspor," tegasnya.

Oleh karena itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertekad akan menjalankan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penggunaan rumput laut dari para petani lokal yang diolah menjadi barang jadi maupun setengah jadi.

"Sekarang kita dari 1 juta ton, hampir 85 persen itu diekspor raw material," imbuh Susi.

Nantinya, rumput laut tersebut akan diekspor dalam bentuk barang jadi yang bernilai tambah lebih.

Di sisi lain, pihak Norwegia lanjut Susi mengungkapkan, tertarik dalam pengembangan industri rumput laut dalam negeri. "Mereka lumayan untuk agar-agar, lumayan," ucapnya.

Itu untuk mengakhiri kebanggaan semu menjadi eksportir rumput laut mentah. Melainkan kebanggaan konkret menjadi produsen hasil olahan rumput laut yang mendatangkan kesejahteraan bagi semua.

Oleh Hanni Sofia Soepardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015