Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menyebutkan, per 19 Juni 2025, ada 8 kasus virus Hanta tipe Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) yang ditemukan di 4 provinsi, dan semuanya dinyatakan sudah sembuh.

Ketika dihubungi di Jakarta, Kamis, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman menyebutkan keempat provinsi tersebut yakni Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara.

Selain itu, satu kasus yang ditemukan di Kabupaten Bandung Barat pada 20 Mei 2025 di RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung, pasien sudah sembuh dan kembali beraktivitas.

"Telah dilakukan penyelidikan epidemiologi dan pengendalian vektor oleh Kemenkes, Labkesmas Jakarta, Dinkes Provinsi Jabar, Dinkes KBB, Puskesmas Ngamprah, Perangkat Desa Bojongkoneng," kata Aji.

Baca juga: Kini giliran virus hanta di China yang menelan korban jiwa

Baca juga: Wali Kota: Delapan warga Cilandak yang sakit tak terpapar virus tikus

Dia mengatakan virus Hanta adalah penyakit zoonosis atau ditularkan dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh Orthohantavirus. Penularan melalui kontak langsung dengan rodensia atau hewan pengerat seperti tikus, dan belum ditemukan penularan dari manusia.

Dia menjelaskan, di Indonesia, sejauh ini hanya ditemukan manifestasi HFRS. Adapun tipe Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) gejalanya yakni demam, sakit kepala, nyeri badan, malaise (lemas), dan jaundice atau tubuh menguning.

Kemudian, dia melanjutkan, untuk tipe Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS), gejalanya demam, nyeri badan, malaise, batuk, sesak napas.

Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) 5–15 persen, tergantung strain virusnya.

Aji pun menyebutkan cara mencegah virus Hanta, yakni pengendalian populasi rodensia, menghindari kontak dengan urin, tinja, air liur, dan sarang rodensia.

Kemudian, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), menjaga kebersihan rumah, terutama ruang yang jarang dipakai seperti loteng dan gudang, serta menghindari menyentuh rodensia, baik hidup maupun mati.

"Mengelola sampah secara benar, menempatkan perangkap tikus di rumah/tempat kerja, menggunakan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja berisiko seperti petani, buruh bangunan, tenaga laboratorium, dokter hewan," ucap dia.

Dia menyebutkan bahwa belum ada pengobatan spesifik. Pengobatannya bersifat simptomatik dan suportif, tergantung gejala.

Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan bahwa virus Hanta dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) jika ditemukan 2 atau lebih kasus konfirmasi HFRS dalam satu masa inkubasi yakni 2 pekan.

"Kasus di Bandung Barat belum memenuhi kriteria KLB," kata dia menambahkan.

Sebagai langkah-langkah pencegahan, pihaknya melakukan sejumlah upaya, seperti menyediakan pedoman, FAQ (frequently asked questions), dan media komunikasi, informasi, dan edukasi.

"Melakukan sosialisasi kewaspadaan penyakit ke seluruh kabupaten dan kota, melaksanakan surveilans sentinel di 19 RS untuk deteksi penyakit virus Hanta," katanya.

Kemudian, melakukan tatalaksana kasus di rumah sakit, melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengendalian binatang pembawa penyakit.*

Baca juga: Kemenkes: Gejala delapan warga Cilandak mengarah ke Cikungunya

Baca juga: Pemkot Jakarta Barat belum temukan warga terpapar virus tikus

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.