Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil lima orang sebagai saksi di Surabaya, Jawa Timur, untuk mengusut kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan izin kerja atau rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).
“Pemeriksaan dilakukan di Polrestabes Surabaya atas nama KW, VS, FM, MIM, dan DUP,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa empat saksi merupakan pegawai di PT Maju Mapan Melayani, yakni KW, VS, FM, dan MIM.
Untuk saksi DUP, Budi mengatakan bahwa yang bersangkutan merupakan pegawai di PT Emerald Visa Konsultan.
Untuk penyidikan kasus tersebut, KPK pada pekan ini, Senin (16/6), sempat memanggil sejumlah saksi yang di antaranya adalah Eden Nurjaman sebagai wiraswasta, staf ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di masa Menakertrans Erman Soeparno dan Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin bernama Muller Silalahi, dan pensiunan aparatur sipil negara (ASN) Kemenaker Jagamastra.
Dua saksi lainnya adalah fungsional pada Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker tahun 2023-2025 Jadi Erikson Pandapotan Sinambela, dan Direktur Utama PT Dienka Utama Barkah Adi Santosa.
KPK pada Selasa (17/5), memanggil staf khusus Menteri Ketenagakerjaan era Menaker Hanif Dhakiri, Luqman Hakim, sebagai saksi kasus tersebut.
Kemudian pada Rabu (18/5), tersangka kasus tersebut, Haryanto, diperiksa oleh KPK.
KPK pada Kamis (19/5), memanggil empat orang saksi di dua lokasi, yakni Jakarta dan Surabaya. Para saksi tersebut adalah manajer umum di PT Surya Artajaya tahun 2022-sekarang berinisial JEH, direktur utama di PT Maju Mapan Melayani berinisial JIG, staf administrasi berkas di PT Maju Mapan Melayani berinisial AH, dan wiraswasta berinisial JKG.
KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Bila RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Cak Imin menjabat Menakertrans pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.