Jakarta (ANTARA) - Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri menyatakan pihaknya telah menangani 189 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sejak Januari hingga Juni 2025.
Direktur Tindak Pidana PPA-PPO Bareskrim Polri Brigjen Pol. Nurul Azizah dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa dari ratusan kasus tersebut, pihaknya menyelamatkan 556 korban yang terdiri dari 260 korban perempuan dewasa, 45 korban anak perempuan, 228 korban laki-laki dewasa, dan 23 korban anak laki-laki.
Selain itu, modus operandi yang banyak dilaporkan adalah pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) nonprosedural yang sebanyak 117 laporan polisi (LP).
Adapun modus lainnya adalah eksploitasi seksual komersial sebanyak 48 LP dan eksploitasi terhadap anak sebanyak 24 LP.
“Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan ini nyata, masif, dan terus mengincar kelompok paling rentan di negeri ini,” ujarnya.
Baca juga: DPR minta peran Polri di perbatasan diperkuat guna cegah TPPO
Brigjen Pol. Nurul mengungkapkan bahwa korban pada umumnya berasal dari Jawa Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, NTT, NTB, dan Sumatera Utara dengan negara tujuan seperti Malaysia, Myanmar, Thailand, Suriah, Dubai, dan Korea Selatan.
“Korban banyak dipekerjakan di sektor informal, perkebunan, hingga menjadi operator scam online,” katanya.
Jenderal polisi bintang satu itu pun menegaskan bahwa Polri tidak akan menoleransi siapa pun yang menjadi pelaku perdagangan orang.
“Siapa pun yang terlibat, baik calo, orang tua, bahkan oknum pejabat, akan ditindak tegas sesuai undang-undang yang berlaku,” ucapnya.
Dia juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan jangan mudah percaya dengan pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji besar.
“Cek legalitas perusahaan penempatan, pastikan ada kontrak kerja yang jelas, agar hak-hak sebagai pekerja migran bisa terlindungi,” imbau Brigjen Pol. Nurul.
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.