Berbagai kebijakan proteksionis tersebut tidak terlalu mempengaruhi perdagangan ataupun juga transisi keberlanjutan yang selama ini kita jalankan.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai kebijakan proteksionis Amerika Serikat (AS) tidak akan menggoyahkan komitmen Indonesia untuk bertransisi ke industri hijau.
"Berbagai kebijakan proteksionis tersebut tidak terlalu mempengaruhi perdagangan ataupun juga transisi keberlanjutan yang selama ini kita jalankan,” kata Yose dalam peluncuran Laporan Perdagangan dan Investasi Berkelanjutan Indonesia 2025, di Jakarta, Jumat.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa sejalan dengan meningkatnya kesadaran global terhadap keberlanjutan, negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan yang lebih ketat terkait standar lingkungan dan sosial dalam perdagangan internasional.
Konsumen dan pemangku kepentingan di negara-negara lain semakin menuntut produk yang tidak hanya berkualitas tinggi, tetapi juga memenuhi prinsip-prinsip keberlanjutan.
Beberapa contoh regulasi internasional yang memiliki dampak langsung terhadap ekspor Indonesia, antara lain Regulasi Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang melarang impor produk yang terkait dengan deforestasi. Produk seperti minyak sawit, karet, kopi, dan kakao dari Indonesia harus memiliki sertifikasi keberlanjutan dan bukti ketertelusuran (traceability) untuk memasuki pasar Eropa.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti menyoroti bahwa kesadaran masyarakat dunia, termasuk Indonesia terhadap komoditas hijau dan berkelanjutan, terus meningkat.
Menurutnya, ini menjadi momentum penting bagi sektor perdagangan untuk mengadvokasi komoditas berkelanjutan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi hijau di tanah air.
“Ini salah satu langkah yang akan terus kami bukan hanya kaji tapi carikan jalan keluar,” ujar Dyah.
Laporan CSIS menyebutkan berdasarkan data perdagangan barang-barang lingkungan (environmental goods) tahun 2024, total perdagangan environmental goods Indonesia naik 10 persen dibandingkan tahun 2023.
Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan ekspor environmental goods sebesar 13,7 persen, melampaui pertumbuhan impor yang tercatat 8,7 persen. Sektor mesin dan peralatan listrik memimpin ekspor dengan nilai mencapai lebih dari 1,45 miliar dolar AS.
Beberapa komoditas bahkan mencatat lonjakan. Akumulator listrik lithium-ion melonjak drastis hingga 36 kali lipat. Selain itu, peralatan listrik fotosensitif tumbuh 138 persen, dan kendaraan hibrida (spark-ignition) naik 128 persen, seiring tren global menuju teknologi dan kendaraan ramah lingkungan.
Baca juga: CSIS sebut Indonesia berpotensi jadi produsen baja hijau dunia
Baca juga: Indonesia perlu selaraskan standar produk agar masuk ke pasar global
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.