Jakarta (ANTARA) - Berita hoaks atau berita palsu, akhir-akhir ini banyak berseliweran di ruang publik, bahkan dibuat mirip dengan berita yang sedang menjadi tren untuk membuat bias bagi pembaca atau pemirsa.
Masih banyak masyarakat yang memercayai informasi palsu alias hoaks akibat ketidaktahuan, bahkan membagikan dan meneruskan berita itu yang pada akhirnya membuat seolah-olah menjadi hal yang benar.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI mengidentifikasi terdapat 1.923 konten hoaks, berita bohong, dan informasi palsu yang beredar di website dan platform digital sepanjang tahun 2024.
Tim Analisis dan Identifikasi Sebaran Konten (AIS) Subdit Pengendalian Konten Ditjen Aptika menemukenali kategori konten hoaks terbanyak berisi penipuan, yaitu sebanyak 890 konten. Sementara untuk temuan yang paling sedikit dalam kategori mitos, dengan enam konten.
Secara keseluruhan, kategori dan jumlah temuan konten hoaks meliputi kategori politik 237 konten, pemerintahan 214 konten, kesehatan 163 konten, kebencanaan 145 konten, lain-lain 84 konten. Sementara itu, temuan hoaks kategori internasional dan pencemaran nama baik sebanyak 50 konten, perdagangan 35 konten, kejahatan 33 konten, keagamaan dan pendidikan 8 konten serta mitos 6 konten.
Tentunya konten hoaks, berita bohong, dan informasi palsu tidak bisa dibiarkan. Kementerian Komdigi tidak pernah lelah untuk meluruskan berita-berita palsu bahkan harus dibantu oleh media arus utama untuk memperlihatkan fakta yang sesungguhnya kepada publik.
Berita hoaks kerap membonceng di kasus-kasus yang sedang hangat. Sebagai contoh berita penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ternyata beberapa gambar viral di media sosial yang memperlihatkan kerusakan alam di kawasan tersebut dibantah pemerintah (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral).
Berita-berita semacam ini dapat dipastikan memunculkan kehebohan di publik serta pastinya dilatarbelakangi kepentingan tertentu untuk menyebarkan hal-hal semacam ini.
Kecepatan untuk mengantisipasi berita palsu tentunya menjadi langkah penting yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan penegak hukum semata. Peran masyarakat untuk memeriksa kebenaran atas berita yang diterima, sebelum dibagikan menjadi langkah penting. Apalagi berita hoaks ini kerap melekat pada kasus-kasus yang sedang hangat (viral) yang membuat penyebarannya bisa lebih cepat.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.