Jakarta (ANTARA) - Eskalasi konflik Iran dan Israel menjadi sorotan belakangan ini.

Itu karena perang dua negara di Timur Tengah tersebut berpotensi menyeret dunia ke konflik terbuka yang lebih luas, yang secara langsung memberikan dampak buruk terhadap ekonomi global.

Dampak dari konflik tersebut berpotensi tetap terasa ke Indonesia, meski berada jauh dari pusat konflik. Terutama sektor perindustrian yang secara signifikan mulai merasakan tekanan dari lonjakan harga energi, logistik, serta fluktuasi nilai tukar.

Kondisi yang tak menentu ini memunculkan kekhawatiran di kalangan pengusaha manufaktur, karena adanya kenaikan harga minyak mentah dunia yang dipicu oleh potensi gangguan pasokan dari Timur Tengah.

Harga minyak brent, jenis minyak mentah yang dijadikan patokan harga global, yang sebelumnya stabil, kini berfluktuasi ke kisaran 73 hingga 92 dolar AS per barel atau Rp1,2 –1,5 juta. Angka tersebut berpotensi naik hingga 20 persen.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mendorong pengusaha industri domestik untuk mengambil langkah adaptasi. Salah satunya melakukan efisiensi energi, mengingat ketergantungan sektor industri pada bahan bakar impor cukup tinggi.

Ini dilakukan sebagai ancang-ancang agar eskalasi konflik Iran dan Israel yang berkepanjangan tak terlalu memberikan dampak signifikan terhadap pemajuan manufaktur nasional.

Selain penggunaan energi secara lebih bijak, diversifikasi sumber energi juga perlu dilakukan. Dorongan untuk mulai memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT) seperti bioenergi dan panas bumi (geothermal) perlu dipacu.

Baca juga: Danantara-INA investasi Rp13 triliun di pabrik petrokimia Chandra Asri

Ini karena sumber EBT di Tanah Air cukup melimpah, dengan total potensi elektrifikasi mencapai 3.687 gigawatt (GW) yang bisa didapatkan dari berbagai sumber, seperti surya, angin, air, dan bioenergi.

Pengusaha industri juga mesti melihat potensi dari limbah produksi sebagai alternatif bahan bakar.

Upaya ini diharapkan bukan hanya mampu menekan biaya produksi dari sisi energi, tetapi turut memperkuat kemandirian energi nasional di tengah tekanan global, seperti Astacita Presiden Prabowo.

Selain memberikan dampak yang signifikan terhadap keberlangsungan bahan baku energi manufaktur, konflik Iran-Israel juga turut mempengaruhi alur logistik dan fluktuasi nilai tukar.

Jalur perdagangan strategis seperti Selat Hormuz dan Terusan Suez yang terdampak konflik, memaksa banyak perusahaan mengalihkan rute pengiriman yang memperpanjang waktu distribusi hingga dua minggu, sehingga menaikkan biaya pengiriman secara drastis.

Sektor elektronik, yang banyak bergantung pada komponen impor, berpotensi merasakan tekanan.

Baca juga: Kemenperin perkuat transformasi alkes wujudkan ketahanan industri

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.