Kasturi ternate merupakan satwa endemik Maluku Utara yang tergolong dilindungi karena populasinya terus terancam akibat perburuan dan perdagangan ilegal
Ambon (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku melalui Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ternate melepasliarkan sebanyak 21 ekor burung kasturi ternate (Lorius garrulus morotaianus) di kawasan hutan Pulau Morotai, Maluku Utara.
“Burung-burung tersebut merupakan satwa titipan dari Kejaksaan Negeri Pulau Morotai selama proses persidangan berlangsung,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Arga Christyan, di Ambon, Sabtu.
Ia mengatakan kegiatan pelepasliaran dilakukan sebagai bagian dari upaya pelestarian keanekaragaman hayati, sekaligus mendukung penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar.
Proses pelepasliaran ini turut disaksikan oleh Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Kepulauan Morotai, penyidik dari Polres Morotai, Sekretaris Desa Daeo Majiko, serta sejumlah pemuda desa setempat.
Baca juga: BKSDA Maluku amankan burung Kasturi Ternate di Ambon
Satwa yang dilepasliarkan sebelumnya telah menjalani masa rehabilitasi untuk memastikan kondisi kesehatan dan kemampuan adaptasi di habitat alaminya. Langkah ini penting agar satwa dapat bertahan hidup dan kembali menjalankan perannya dalam ekosistem secara optimal.
Kasturi ternate merupakan satwa endemik Maluku Utara yang tergolong dilindungi karena populasinya terus terancam akibat perburuan dan perdagangan ilegal.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa, Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2).
Baca juga: KLHK ungkap perdagangan ilegal burung kasturi di Papua Selatan
Upaya pelepasliaran ini diharapkan dapat menjadi contoh konkret sinergi antara penegak hukum, lembaga konservasi, dan masyarakat dalam menjaga keberlangsungan spesies langka.
Menurut BKSDA Maluku, kawasan hutan Pulau Morotai dipilih karena memiliki karakteristik habitat yang sesuai dengan kebutuhan ekologis burung kasturi ternate, seperti ketersediaan pakan alami dan tutupan vegetasi yang memadai untuk sarang dan berlindung.
Keterlibatan masyarakat Desa Daeo Majiko dalam kegiatan ini juga menjadi bagian dari pendekatan konservasi berbasis komunitas, yang bertujuan meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab warga terhadap pelestarian satwa liar di lingkungan mereka.
“Lestarikan alam, jaga satwa, selamatkan masa depan,” ajaknya.
Baca juga: KLHK ungkap perdagangan online ilegal kasturi dan kakaktua di Mimika
Baca juga: Melindungi burung nuri kabare Papua dari kepunahan dengan konservasi
Pewarta: Winda Herman
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.