Jakarta (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Indonesia menilai motif-motif yang ditemukan pada wastra tradisional menunjukkan akulturasi budaya Indonesia dan China sudah terjadi sejak berabad-abad yang lalu.
Sejak beberapa abad silam, Indonesia adalah jalur perdagangan dunia sehingga juga menjadi tempat pertemuan berbagai budaya, antara lain Belanda, Arab, India dan China.
Dosen Program Studi China Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Prof. Dr. AM. Hermina Sutami, M.Hum, di Jakarta, Sabtu, menyatakan hasil akulturasi budaya dapat dilihat pada wastra, yang mengandung simbol dan filosofi dari berbagai tempat yang menjadi pengaruh.
Baca juga: Rekor, 498 perempuan gelar “fashion show” pamerkan wastra RI
Akulturasi budaya, kata Hermina, juga ditemukan di berbagai daerah di Indonesia sehingga menimbulkan budaya peranakan yang unik, yang juga tampak pada wastra.
Salah satu contoh motif yang kerap ditemukan pada wastra Nusantara ialah naga. Jika dalam budaya Barat naga dianggap sebagai sosok jahat, di China hewan mitologi itu ialah simbol kekuatan, kesehatan dan keberuntungan.
Naga juga diyakini sebagai sosok yang dihormati dan memiliki pengaruh besar terhadap alam, seperti bisa mengendalikan air hujan.
Baca juga: Desainer Nina M. Nata padukan abaya dan songket di Fashion Show Riyadh
Warna merah dari budaya China juga memengaruhi wastra Indonesia, yang bermakna warna keberuntungan dan memberikan kekuatan serta perlindungan.
"Dalam budaya Tionghoa, warna merah juga berperan dalam mengusir roh jahat sekaligus memberikan energi positif. Sementara warna merah yang dikombinasikan dengan emas memberikan makna kekayaan dan kemakmuran," terangnya.
Ketua Umum Himpunan Wastraprema Neneng Iskandar menyatakan kebudayaan China banyak diserap dalam wastra Indonesia. Selain motif naga, ada juga motif bunga teratai, bunga peoni, burung hong dan burung kilin.
Baca juga: Koleksi busana dari wastra Karo ditampilkan di IFW 2025
Motif-motif tersebut, yang banyak muncul pada kain batik dan tenun, didapat dari keramik China yang ditemukan di Indonesia, yang diolah secara kreatif oleh masyarakat lokal.
"Akulturasi tidak menghilangkan identitas budaya Indonesia, namun, justru memperkaya khazanah budaya dengan ragam motif, warna, teknik dan filosofi," kata Neneng.
Baca juga: Pameran wastra di Museum Tekstil angkat keindahan akulturasi budaya
Baca juga: KJRI Toronto promosikan budaya Indonesia lewat pameran wastra kebaya
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.