Kita sudah berdiskusi banyak tentang itu. Kami juga sampaikan kebijakan kita sejak sebulan yang lalu kepada Kerajaan.

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan permasalahan haji yang ada di nota diplomatik dari Duta Besar (Dubes) Arab Saudi di Jakarta telah diselesaikan dan disampaikan penjelasannya kepada Kementerian Haji Arab Saudi.

Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu, menegaskan nota diplomatik yang tersebar di media tersebut semestinya menjadi catatan tertutup yang hanya ditujukan pada tiga pihak, yakni Menteri Agama, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, serta Direktur Timur Tengah pada Kementerian Luar Negeri.

"Ada beberapa isu yang menjadi catatan dan tantangan saat masa operasional. Alhamdulillah sebagian besar sudah bisa kita atasi di lapangan dan kita sampaikan penjelasannya kepada otoritas setempat," kata Hilman.

Ia juga menjelaskan, surat tersebut berbicara tentang apa yang dilakukan oleh Kemenag sejak dua hingga empat pekan yang lalu, dan tetap dimasukkan sebagai catatan untuk perbaikan oleh penyelenggara haji.

Ia menjelaskan beberapa hal pokok terkait dinamika haji yang sudah diselesaikan dan tercakup dalam nota diplomatik Dubes Saudi di Jakarta.

Baca juga: Satu haji asal OKI Sumsel meninggal di Makkah

Baca juga: Kapendam: Penumpang Saudia Airlines disiapkan tempat istirahat

Pertama, masalah koherensi data jamaah, baik yang masuk dalam E-Haj, Siskohat Kementerian Agama, dan manifes penerbangan. Dalam data tersebut, ditemukan ada beberapa nama jamaah yang berbeda-beda antara manifes dan jamaah yang ikut terbang dalam pesawat.

“Alhamdulillah, bisa kita tangani pada awal Mei, ditemukan dalam satu pesawat ternyata ada beberapa jamaah yang berbeda syarikah," ucap Hilman.

Menurutnya, permasalahan ini muncul dan tidak bisa dilepaskan dari kondisi di lapangan, termasuk di embarkasi. Pada proses pengurusan visa, ada beberapa nama yang batal berangkat karena beberapa sebab sehingga harus diganti.

Tidak jarang, proses pembatalan ini juga berlangsung secara tiba-tiba, baik batal karena sakit, meninggal, atau sebab lainnya.

“Ini sempat ramai, lalu kami jelaskan. Kami tentu tidak bisa juga membiarkan pesawat itu kosong karena ada orang yang sakit atau meninggal. Ketika teman-teman di lapangan masih memungkinkan untuk bisa mengganti, maka mereka akan menggantikan dengan penumpang berikutnya," paparnya.

Kemudian, terkait rekonsiliasi data, setiap hari telah dilakukan oleh tim penyelenggara haji dan umrah atau misi haji Indonesia melalui Kantor Urusan Haji, dengan Kementerian Haji dan syarikah.

Selanjutnya, terkait pergerakan jamaah yang berangkat pada gelombang I dari Madinah ke Makkah. Di Madinah, jamaah haji dari satu penerbangan ditempatkan pada satu hotel.

Namun, ketika akan diberangkatkan ke Makkah, konfigurasinya harus berbasis syarikah, sementara ada kondisi konfigurasi sebagian kecil kelompok yang berbeda-beda syarikah. Mereka sementara tinggal dulu di Madinah.

“Ditjen PHU atau misi haji Indonesia menyediakan transportasi sendiri, ada yang memakai mobil lebih kecil, mini bus atau mobil yang lain. Inilah yang disebut dalam surat tersebut sebagai memberangkatkan tidak sesuai dengan prosedur. Kita sudah komunikasikan itu ke Kementerian Haji dan sampaikan ke syarikahnya, jadi itu sudah disepakati, karena tidak mungkin kita membawa orang dari Madinah ke Makkah tanpa ada kesepakatan dari lembaga terkait," paparnya.

Lalu, terkait penempatan jamaah pada hotel di Makkah, Hilman menjelaskan bahwa mayoritas jamaah haji Indonesia tinggal di hotel masing-masing sesuai syarikahnya. Tujuannya, untuk mengamankan jamaah saat pergerakan ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Namun, ada sejumlah jamaah yang terpisah dan berharap bisa bergabung dengan kloter besarnya, meski syarikahnya berbeda.

“Ini yang disebut sebagai penempatan yang tidak sesuai. Tapi kami sampaikan dan itu menjadi bahan diskusi kami setiap hari dengan Kementerian Haji dan syarikah penyedia layanan, termasuk penggabungan suami-istri, lansia, dan pendampingnya. Jadi, kalau mayoritas jamaah menempati hotelnya dengan benar sesuai dengan syarikahnya," kata Hilman.

Selanjutnya, terkait kesehatan jamaah yang sudah dibahas sejak awal. Jumlah jamaah haji Indonesia yang lansia dan berisiko cukup tinggi.

Ini didiskusikan sejak awal karena ada kekhawatiran dari Pemerintah Saudi bahwa jumlah jamaah yang wafat di 2025 melebihi tahun lalu, sehingga jamaah lansia dan berisiko tinggi harus dijaga dengan baik oleh grup dan pendampingnya.

“Harapan dari Kemenhaj melalui nota itu adalah proses seleksi jamaah lebih ketat. Kalau berat dengan penyakit tertentu tidak berangkat, termasuk yang harus cuci darah. Pesan ini luas, termasuk untuk keluarga jamaah agar jangan merelakan anggota keluarga dengan kondisi yang berat harus pergi ke sini, sementara medan pelaksanaan haji begitu berat yang harus dijalani," ujar Hilman.

Kemudian, terkait penyembelihan hewan dam. Mayoritas jamaah Indonesia melaksanakan haji Tamattu’, sehingga harus membayar dam.

Untuk penyembelihan dam, Kemenag sudah menyampaikan kepada Kementerian Haji bahwa di Indonesia ada dua skema. Pertama, melalui Adahi, perusahaan penyembelihan dan pengelolaan hewan yang diserahi mandat oleh Kerajaan untuk mengelola kurban.

"Kita sudah berdiskusi banyak tentang itu. Kami juga sampaikan kebijakan kita sejak sebulan yang lalu kepada Kerajaan, bahwa di Indonesia masih ada yang memungkinkan untuk menyembelih dam di Tanah Air melalui Baznas," sebut Hilman.

Sedangkan terkait kontrak dengan Adahi, Hilman menjelaskan bahwa rancangan kontrak sudah ditandatangani pihak Kementerian Haji. Namun, pihak Adahi belum menandatangani karena masih meminta kepastian jumlah kambing yang akan disembelih.

"Kita sudah tahu fakta dan situasinya di KBIHU dan para pembimbing ibadah haji yang sudah terlanjur membuat kesepakatan dengan pihak lain non-Adahi, sehingga kita tidak bisa pastikan berapa orang yang akan menyembelih melalui Adahi," tuturnya.

Hilman berharap penjelasan tersebut bisa menyelesaikan kehebohan atas nota diplomatik yang sebetulnya telah diselesaikan bersama dengan Kementerian Haji sejak sebelum puncak haji.*

Baca juga: Pesawat Saudia kembali lakukan pendaratan darurat di Kualanamu

Baca juga: Ketua KPK: Kasus korupsi kuota haji khusus juga terjadi sebelum 2024

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.