Jakarta (ANTARA) - Apa yang ditunggu-tunggu Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan para provokator, perang terjadi sudah, ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan militer negaranya telah membom tiga fasilitas nuklir Iran, termasuk Fordow.
Diyakini menggunakan bom khusus GBU-43/B MOAB yang dijuluki "induk semua bom" dan bisa menghancurkan sasaran tersembunyi sampai 100 meter di bawah tanah, AS mungkin telah menghancurkan fasilitas nuklir Fordow, yang paling ingin dimusnahkan oleh Israel.
Trump mengancam Iran untuk tak membalas, tapi hanya beberapa jam dari serangan Sabtu itu, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Aragachim menyatakan bombardemen terhadap tiga fasilitas nuklir itu sebagai pernyataan perang dari AS kepada Iran.
"Dunia tak boleh lupa bahwa adalah Amerika Serikat, yang di tengah proses diplomasi, telah mengkhianati diplomasi dengan mendukung aksi-aksi agresif rezim pelaku genosida dan pelanggar hukum Israel," kata Aragachim seperti dikutip luas oleh media massa global.
Iran, kata Aragachim, berhak melawan dengan kekuatan penuh setiap agresi AS dan kejahatan yang dilakukan rezim lalim mereka. Iran berhak membela diri dan membela kepentingan nasionalnya.
Pernyataan lebih eksplisit disampaikan oleh Duta Besar Iran di PBB, Ali Bagrein, bahwa Iran akan membalas setimpal serangan AS itu dan menghentikan agresi oleh siapa pun, termasuk AS.
Langkah Trump itu sudah pasti disambut gembira oleh pemerintahan Benjamin Netanyahu dan kelompok-kelompok pro Israel dalam pemerintahan dan masyarakat AS.
Tapi tindakan ini juga sekaligus dikecam oleh bagian lain dalam masyarakat AS, dari masyarakat biasa, sampai pakar dan elite.
Mereka menilai Trump telah menjerumuskan AS dalam perang yang dipicu orang lain dan terjadi di wilayah orang lain. Ironisnya, Trump yang menolak penglibatan AS dalam perang Rusia-Ukraina, menyampaikan jualan politik antiperang yang membuatnya dua kali memenangkan Pemilu di AS.
Trump dinilai telah membuat perjudian sangat membahayakan, bukan saja bagi AS, tapi juga dunia.
Baca juga: Setelah serang fasilitas nuklir, AS siaga hadapi balasan Iran
Karim Sadjadpour, analis pada Carnegie Endowment for International Peace, dalam postingannya di X, menilai Trump naif beranggapan Iran yang dipojokkan oleh serangan militer akan manut guna mencapai kesepakatan diplomatik mengenai nuklirnya.
Sadjadpour justru khawatir Iran malah beranggapan sebaliknya. Buktinya, Menteri Luar Negeri Abbas Aragachim dan Duta Besar Ali Bagrein malah menyatakan bahwa Iran bertekad melancarkan perang habis-habisan.
"Serangan AS ini malah bisa membuka babak baru ketimbang mengakhiri perang AS-Iran yang sudah berlangsung 46 tahun," kata Sadjadpour.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.