Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Bimantoro Wiyono menekankan perlunya penguatan prinsip netralitas dan prosedur hukum yang adil (fair procedure) sejak tahap awal proses hukum yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

"Kami sangat setuju bahwa harus ada kontrol yang jelas sejak awal penyelidikan karena sejak awal semuanya masih sebatas dugaan, belum ada pembuktian," kata Bimantoro dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

Dia memandang salah satu poin krusial yang perlu menjadi perhatian adalah penguatan hak saksi, tersangka, dan korban.

"Jangan sampai masyarakat yang belum tentu bersalah justru diperlakukan seperti sudah terbukti bersalah," ujarnya.

Bimantoro menyatakan keprihatinannya atas ketimpangan kekuatan hukum yang dirasakan masyarakat.

Baca juga: Komnas HAM beberkan 10 rekomendasi terkait RUU KUHAP

Menurut ia, sekitar 60 persen kekuatan hukum berada di tangan aparat penegak hukum, sementara masyarakat hanya memiliki 40 persen.

Kondisi tersebut harus segera diperbaiki melalui RUU KUHAP yang baru agar tercipta keseimbangan dalam proses penegakan hukum.

"Kami sangat berharap RKUHAP ini nantinya bisa memperkuat fungsi dan hak masyarakat agar bisa menjadi penyeimbang. Harus ada kejelasan dan keberanian untuk memastikan hak-hak masyarakat terpenuhi dalam proses hukum," tuturnya.

Selain itu, Bimantoro menambahkan banyak masyarakat kecil yang tidak memahami hukum harus berhadapan dengan aparat penegak hukum yang lebih memahami aturan.

Baca juga: Anggota Komisi III sebut RUU KUHAP perhatikan betul HAM

Ia menyayangkan pula banyak di antara mereka yang harus berhadapan dengan proses hukum tanpa mendapatkan pendampingan kuasa hukum.

"Ini fakta yang tidak bisa kita tutupi. Di lapangan, masyarakat yang tidak paham hukum sering menjadi korban praktik aparat yang melanggar hukum. Maka pembaruan hukum melalui RKUHAP adalah kebutuhan mutlak," ujarnya.

Untuk itu, ia menegaskan pentingnya pembaruan hukum acara pidana melalui RUU KUHAP yang tengah bergulir di parlemen sebagai langkah mendesak untuk menjawab keresahan masyarakat terhadap ketidakadilan praktik hukum di lapangan.

"Kita melihat peristiwa-peristiwa hukum yang berlaku hari ini banyak yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Praktik-praktik di lapangan sering kali menunjukkan ketimpangan antara warga negara dengan aparat penegak hukum. Ini terjadi karena posisi keduanya tidak memiliki kekuatan hukum yang sama," katanya.

Sebagai anggota Komisi III DPR RI, ia juga menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses pembahasan RUU KUHAP agar nantinya dapat menjawab keresahan publik, sekaligus menjadi tonggak baru dalam menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan berpihak kepada rakyat.

Baca juga: Pakar: Penanggulangan kejahatan dan HAM harus sejalan di revisi KUHAP

Baca juga: Komisi III DPR sepakat impunitas advokat masuk RUU KUHAP

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.