Semarang (ANTARA) - Bupati Kudus, Jawa Tengah Sam’ani Intakoris mewajibkan setiap aparatur sipil negara (ASN) dan penerima bantuan sosial untuk melaksanakan pemilihan sampah mulai dari rumah sehingga memudahkan pengelolaan sampah.
"Sampah merupakan tanggung jawab bersama, sehingga setiap ASN serta penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) wajib ikut memilah sampah dari rumah," katanya saat menerima dua unit insinerator dari Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) di Desa Jati Kulon, Kudus, Senin.
Ia meminta setiap desa secara mandiri mengolah sampah sehingga mengurangi sampah yang dibuang di TPA. Sampah organik diarahkan untuk dijadikan kompos, sementara yang anorganik akan dipilah lagi mana yang bisa didaur ulang dan mana yang menjadi residu.
"Yang sampah residu ini nanti akan dimusnahkan melalui mesin insinerator sehingga tidak ada lagi sampah yang tidak tertangani," katanya.
Baca juga: BLDF bantu dua insinerator tangani sampah anorganik di Kudus
Bupati mengatakan, Kudus yang mempunyai moto Asik atau "Asik dan Resik" harus menjadi contoh dalam pengelolaan sampah, apalagi mendapat dukungan dari swasta seperti BLDF yang sudah ikut mengolah sampah organik sebanyak 50 ton per hari dan membantu insinerator untuk menangani sampah anorganik.
"Insinerator bantuan BLDF ini juga akan membantu memusnahkan sampah medis yang berpotensi menularkan penyakit kalau tidak dimusnahkan," katanya.
Sementara Program Director Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) Jemmy Chayadi yang menyerahkan bantuan insinerator itu mengingatkan bahwa insinerator itu hanya sebuah alat sehingga tanpa keterlibatan semua individu sebagai produsen sampah untuk melakukan pemilahan sampah maka pengelolaan sampah anorganik menjadi tidak optimal.
“Ini pertama kali BLDF membangun insinerator di desa yang semua warga desanya sudah punya komitmen memilah sampah dan berharap ini bisa menjadi contoh," katanya.
Ia juga mengatakan, akan membantu operasional dua unit insinerator di Desa Jati Kulon dan Kedungdowo selama dua tahun.
Baca juga: Masyarakat di Kudus diajak pilah sampah untuk selamatkan lingkungan
Deputy Manager BLDF Redi Joko Prasetyo menyatakan insinerator yang diserahkan itu mempunyai beberapa keunggulan yaitu mudah dioperasikan, biaya operasional yang murah dan emisi buang yang rendah.
"Ada tujuh indikator emisi gas buang yang diukur seperti karbon monoksida, sulfur dioksida, dan hidro karbon, semua di bawah ambang batas," katanya.
Selain itu, insinerator berkapasitas 350 kg per jam itu lebih aman atau mempertimbangkan keselamatan kerja seperti tak akan terjadi api yang berbalik ke operator.
Hal yang lebih menarik, semua proses pembakaran terpantau secara instan sehingga berapa jumlah sampah yang dimusnahkan terdata secara digital dan bisa menjadi bahan evaluasi.
Kepala Desa Jati Kulon Hery Supriyanto menyatakan, semua warga sudah melakukan pemilahan sampah sejak rumah tangga sehingga sekarang semua sampah 100 persen terolah. Sampah organik semua diangkut BLDF sementara yang anorganik ditangani BUMdes.
"Setiap rumah juga wajib membayar iuran sampah Rp20 ribu per bulan dimana Rp18 ribu masuk BUMdes dan Rp2.000 untuk pengumpul sampah," katanya.
Ia merencanakan bantuan dari Pemda Kudus pada 2026 sebesar Rp100 juta untuk desa yang sudah mandiri mengolah sampah akan digunakan untuk memperluas TPS sampah dan pembelian masih pencacah plastik.
Baca juga: KLH: Jakarta paling siap menjadi contoh kota yang kelola sampah
Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.