Jakarta (ANTARA) - Platform jejaring profesional LinkedIn menemukan fitur menulis menggunakan artificial intelligence (AI/kecerdasan buatan) di platform tersebut kurang diminati.

CEO LinkedIn Ryan Roslansky, seperti diberitakan TechCrunch, Minggu (22/6), menyatakan fitur saran penulisan dengan AI, seperti untuk membuat resume atau unggahan lainnya, di platform tersebut tidak mendapat sambutan seperti yang diharapkan.

Roslansky melihat hambatan untuk menulis dengan AI di platform profesional cukup tinggi karena tulisan yang diunggah platform itu dinilai sebagai representasi CV seseorang. CV atau resume dipandang sebagai bagian penting yang menunjukkan kemampuan seseorang ketika melamar pekerjaan.

Baca juga: UN Women dan LinkedIn luncurkan program bantu perempuan di dunia kerja

Mengunggah sesuatu yang secara jelas dibuat oleh AI dipandang berisiko, terutama ketika berkaitan dengan pekerjaan.

"Jika Anda ditegur di X atau TikTok, itu satu hal (yang biasa). Namun, jika Anda ditegur di LinkedIn, itu benar-benar memengaruhi kemampuan Anda untuk menciptakan peluang ekonomi bagi diri sendiri," ujar Roslansky.

Meskipun penggunaan AI dalam membuat konten profesional masih belum banyak diminati, LinkedIn mencatat pekerjaan yang membutuhkan keterampilan AI naik enam kali lipat selama setahun terakhir.

LinkedIn juga mencatat jumlah pengguna yang menambahkan keterampilan AI ke profil mereka meningkat hingga 20 kali lipat.

Baca juga: LinkedIn rilis fitur baru didukung AI bantu pengguna temukan pekerjaan

Baca juga: Sekira 10.000 pekerja dan UMKM di Indonesia dapat pelatihan AI

Baca juga: Mengandalkan AI untuk menulis bisa mempengaruhi kemampuan otak

Penerjemah: Sri Dewi Larasati
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.