Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk memanggil pendakwah-pendakwah selain ustadz Khalid Basalamah untuk pengusutan/penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus.

“KPK membuka peluang kepada pihak siapa saja yang memang diduga mengetahui dari konstruksi perkara ini untuk kemudian dimintai keterangannya, dimintai informasinya sehingga membuat terang perkara ini,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.

Terkait Khalid Basalamah, Budi mengatakan bahwa yang bersangkutan kooperatif dan memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh penyelidik mengenai pengelolaan ibadah haji.

"Dia menyampaikan informasi dan pengetahuannya sehingga sangat membantu penyelidik," jelasnya.

Ia kemudian meminta semua pihak untuk dapat memenuhi panggilan penyelidik KPK pada tahap penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus tersebut, seperti yang dilakukan Khalid Basalamah.

Baca juga: Korupsi kuota haji khusus, KPK: Ada pihak tak mau hadir meski dipanggil

Sebelumnya, KPK pada 20 Juni 2025 mengonfirmasikan telah mengundang dan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus tahun 2024.

KPK juga mengatakan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan atau belum pada tahap penyidikan.

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi terkait kuota haji khusus tidak hanya terjadi pada tahun 2024, tetapi juga tahun-tahun sebelumnya.

Untuk tahun 2024, Pansus Angket Haji DPR RI mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2024.

Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 pada alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Arab Saudi.

Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.