Jakarta (ANTARA) - Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 pada 5 Juni, datang dengan pesan mendesak, "Hentikan polusi plastik."
Bukan sekadar peringatan tahunan, momen ini menjadi panggilan kolektif bagi semua pihak untuk bertindak nyata.
Polusi plastik telah menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan Bumi, dan upaya menanggulanginya tidak bisa lagi bersandar pada retorika atau kampanye sesaat.
Dibutuhkan pendekatan sistemik dan kebijakan yang berpihak pada lingkungan, sekaligus melibatkan produsen, pemerintah, dan masyarakat sebagai satu ekosistem yang terhubung erat.
Indonesia sendiri sedang menghadapi tantangan besar terkait polusi plastik ini. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa timbulan sampah nasional pada 2023 mencapai 56,6 juta ton, namun baru sekitar 39,01 persen yang berhasil dikelola atau sekitar 22,09 juta ton.
Artinya, lebih dari 34 juta ton masih tercecer dan berpotensi menjadi beban lingkungan, terutama dalam bentuk sampah plastik yang sulit terurai. Dalam konteks ini, pendekatan ekonomi sirkular menjadi bukan hanya pilihan, melainkan keharusan.
Di tengah tantangan tersebut, seluruh sektor dan pemangku kepentingan mulai menunjukkan peran yang lebih aktif. Sejumlah praktik baik ditunjukkan oleh berbagai pihak yang turut berpartisipasi dalam Pameran Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di Jakarta Convention Center.
Beberapa perusahaan swasta turut memanfaatkan momentum HLH 2025 untuk memperlihatkan komitmennya dalam mengurangi polusi plastik melalui program #JadiBaruLagi, sebuah inisiatif untuk mengubah sampah plastik PET menjadi produk berkualitas, bukan sekadar limbah.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.