Banjarmasin (ANTARA) - Tebing batuan hitam nampak kokoh terhampar di sebuah bukit di atas Danau Waduk Riam, di Desa Tiwingan Baru, Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Pemandangan tersebut hanya bisa dilihat saat berlayar menggunakan transportasi sungai di danau itu, yang oleh masyarakat setempat dinamakan kelotok. Membutuhkan waktu sekitar 30 menit berlayar dari pelabuhan transportasi sungai di Desa Tiwingan Lama.
Pemandangan danau Riam Kanan yang airnya berwarna hijau jernih itu semakin indah, menakjubkan dengan adanya tebing batu berdiri kokoh di perbukitan. Terhampar tanpa celah cukup luas. Hitam kokoh sebagai pasak bumi.
Ternyata bebatuan yang timbul ke permukaan itu bukan batu seperti pada umumnya, tapi sebuah situs Geopark Pegunungan Meratus nomor 31, yakni Gunung Api Purba Bawah Laut.
Provinsi Kalsel memiliki banyak kekayaan alam yang mengandung misteri kejadian bumi. Salah satunya batuan purba di wilayah Pegunungan Meratus yang ditetapkan sebagai Geopark (taman bumi).
Bahkan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) telah mengakui Geopark Pegunungan Meratus sebagai warisan geologi (kejadian bumi), yakni masuk anggota UNESCO Global Geopark (UGGp).
Pengakuan ini dibuktikan dengan diterimanya sertifikat UGGp untuk Geopark Pegunungan Meratus oleh Gubernur Kalsel H Muhidin didampingi Duta Besar Indonesia untuk Prancis, Mohamad Oemar dan jajaran pejabat Pemprov Kalsel di Paris, Prancis pada 3 Juni 2025.
Geopark Pegunungan Meratus sebenarnya sudah ditetapkan sebagai Geopark Nasional pada 2018. Geopark ini memiliki luas sekitar 3,645.01 km2 dengan 54 situs yang tersebar pada empat rute, yakni barat, utara, timur dan selatan.
Rute-rute tersebut memiliki arti tentang asal usul terbentuknya Pegunungan Maratus dengan tanda berbagai situs yang terlihat secara kasat mata hingga sekarang.
Salah satu tanda itu adalah tebing batuan di danau Waduk Riam Kanan di Desa Tiwingan Baru yang diberi nama Gunung Api Purba Bawah Laut.
Gunung Api Purba Bawah Laut menjadi situs ke-31 Geopark Pegunungan Meratus yang dijaga dan dilestarikan sebagai warisan bumi yang sangat berharga.
Gunung Api Purba Bawah Laut, tidak seperti gunung berapi di Pulau Jawa yang menjulang tinggi, namun hanya berbentuk bukit yang ada hamparan batuan cukup luas sebagai sisinya.
Gunung Api Purba Bawah Laut itu juga bukan gunung berapi aktif. Hanya sebutan untuk menceritakan sejarah kejadian munculnya batuan itu secara ilmu geologi.
Ahli Geologi Badan Pengelola Geopark Pegunungan Meratus, Ali Mustofa menjelaskan, batuan muncul itu tidak terlepas dari fenomena terbentuknya Pegunungan Meratus.
Fenomena terbentuknya Pegunungan Meratus akibat adanya benturan kerak bumi di bawah samudera yang disebut ophiolite, dan terangkat ke permukaan sejak 200-150 juta tahun lalu.
Akibat benturan kerak bumi itu menimbulkan vulkanik atau magma panas yang akhirnya membeku menjadi bebatuan dengan proses alam yang sangat lama hingga muncul ke permukaan.
Kemunculan batuan di Desa Tiwingan Baru atau bukit batas akibat hal tersebut sudah diteliti ahli-ahli geologi, dan secara ilmiah terbukti berusia purba.
Selain Ali Mustafa, Nur Arif Nugroho yang juga Ahli Geologi Badan Pengelola Geopark Pegunungan Meratus menyampaikan, batuan purba itu disebutnya dalam ilmu geologi adalah batuan breksi.
Batuan yang terlihat di Desa Tiwingan Baru berbentuk tebing memanjang atau disebutnya bukit batas yang disebut dalam metrologi itu formasi Paau.
"Batuan ini menarik sekali untuk diteliti lebih lanjut," ujarnya.
Sebab batuan ini tidak banyak ada di tempat lain dan bernilai sejarah tinggi hingga membuat Pegunungan Meratus menjadi istimewa.

Tanah subur
Batuan dari Gunung Api Purba Bawah Laut tersebut tidak membuat tanah di sekitarnya menjadi tandus, tapi justru sebaliknya, subur.
Masyarakat Desa Tiwingan Baru bahkan banyak yang berkebun di perbukitan yang penuh batuan tersebut, baik bertanam jenis sayuran maupun buah-buahan.
Kepala Desa Tiwingan Baru Rudiansyah menyampaikan bahwa di wilayahnya yang ditetapkan situs Gunung Api Purba Bawah Laut merupakan tanah subur, meskipun banyak hamparan dan gundukan batu.
Masyarakat desanya sudah mengetahui wilayahnya ada beberapa situs Geopark Pegunungan Meratus, tidak hanya Gunung Api Purba Bawah Laut, namun juga Pulau Pinus.
Masyarakat menjaga kelestarian situs-situs itu, karena tidak juga menghalangi mereka berkebun atau bertani dan beternak.
Di wilayah Desa Tiwingan Baru banyak perkebunan buah seperti durian, mangga, cempedak dan lainnya. Bahkan pohonnya tumbuh besar meskipun di sela-sela batuan.
Rumah-rumah warga yang rata-rata rumah panggung juga banyak di sekitar batuan besar, seakan tidak bisa di geser.
"Batuan itu jika kita pukul dengan gada atau palu, hanya pecah kulitnya saja, tidak bisa terbelah, keras seperti batu besi saja," ujar Rudiansyah.
Dengan adanya batuan itu menambah keunikan desanya yang juga memiliki objek wisata, yakni Pulau Pinus dan Bukit Batas. Dulu disebutnya Raja Lima Kalsel, karena ada lima pulau yang tergambar.
Dia pun berharap, dengan adanya penetapan situs Geopark Pegunungan Meratus di desanya berdampak besar untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, selain kelestarian alam.
Dia pun memastikan komitmen masyarakatnya menjaga situs-situs Geopark Pegunungan Meratus tersebut dengan tidak merusak alam sekitarnya.
Merawat
Pegunungan Meratus kini menjadi sangat penting di tanah Borneo, karena satu-satunya wilayah di Kalimantan yang ditetapkan sebagai geopark dunia.
Tugas Pemerintah Provinsi Kalsel dan kabupaten/kota yang ada situs-situs Geopark adalah bagaimana merawatnya agar tetap lestari dan bermanfaat bagi umat.
Tim Ahli Gubernur Kalsel yang juga menjabat Wakil Ketua Badan Pengelola Geopark Pegunungan Meratus, H Nurul Fajar Desira Ces, menjaga dan merawat Pegunungan Meratus kini jadi tanggung jawab semua, tidak hanya pemerintah.
Namun demikian, dia memastikan Pemerintahan Gubernur Kalsel H Muhidin dan Wakilnya H Hasnuryadi Sulaiman HB sangat serius dan berkomitmen untuk menjaga status Geopark Pegunungan Meratus ini dengan baik.
Karena dengan status geopark ini membawa nama Kalsel ke tingkat dunia sebagaimana temanya "Jantungnya Borneo". Keunikan dan kekayaan alamnya begitu istimewa serta bernilai sejarah tinggi bagi dunia pada umumnya.
Geopark ini tidak hanya berbicara tentang konservasi, namun juga di dalamnya ada edukasi, sosial dan ekonomi.
Geopark tidak hanya tentang keindahan alamnya dan keunikan batuan, flora dan faunanya saja, namun di sana ada masyarakat yang tinggal dengan budayanya dan memberikan manfaat ekonomi bagi mereka.
Manfaat secara ekonomi yang diberikan geopark sangat banyak, seperti hasil alamnya maupun industri pariwisata. Industri pariwisata yang ramah alam, karena dalam geopark ini ada wisata kuliner seperti pembuatan dodol di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Kemudian, wisata kerajinan pembuatan kain Sasirangan di Kota Banjarmasin, kain batik khas Kalsel yang ruhnya juga dari alam geopark ini serta pembuatan perahu khas Banjar di Pulau Sewangi di Kabupaten Barito Kuala.
Pemerintah provinsi bersinergi dengan pemerintah kabupaten/kota yang terus berupaya membenahi semua situs geopark, terutama infrastrukturnya.
Karena, status geopark ini akan dievaluasi setiap empat tahun oleh UNESCO. Semua tidak menginginkan status itu lepas karena kelengahan menjaga kelestarian alam Meratus.
Bumi bukan warisan para leluhur, tapi pinjaman dari anak cucu. Oleh karena itu, harus bisa dikembalikan secara utuh nantinya.

Geopark Pegunungan Meratus
Geopark Pegunungan Meratus memiliki 54 situs yang terbagi di empat rute, yakni barat, utara, timur dan selatan. Rute barat mempunyai panjang rute sekitar 85 km yang memiliki Pasar Terapung, Lok Baintan, Kabupaten Banjar.
Selain itu, ada Museum Wasaka, Kampung Tradisional Sasiringan, Galeri Terapung Sasirangan, Rumah Adat Tradisional Banjar, Pulau Kembang, Pembuatan Kapal Tradisional Sewangi, Pemandangan Tongkang Batu Bara, serta Konservasi Bekantan Curiak.
Sedangkan rute utara mempunyai panjang sekitar 188,15 km dan memiliki 14 situs. Tema perjalanan pada rute utara adalah Mengikuti Suara Angin Menuju Keajaiban Dayak Meratus, yang artinya ikutilah ke mana arah daun bergoyang tertiup angin.
Adapun situs di rute ini yaitu Batu Sekis Sei Kambang, Matang Kaladan Panoramic, Bendungan Riam Kanan, Jejak Longsoran Bukit Tiwingan, Perikanan Danau Riam Kanan, Rumah Panggung Tebing Danau, Pulau Ulin.
Lalu ada Gunung Api Purba Bawah Laut, Pulau Bekantan, Pulau Pinus, Situs Arkeologi Pulau Sirang, Pohon Saksi Bisu Ba’ah, Desa Belangian, Hutan Hujan Tropis Kahung, Makam Keramat Tenggelam, Pemukiman yang Ditenggelamkan, serta Batupasir Pembawa Intan.
Adapun rute timur mempunyai panjang rute sekitar 68,68 km dan memiliki 17 situs. Tema perjalanan pada rute timur adalah Pelayaran mengesankan Menembus Sejarah Bumi dan Manusia. Di rute ini ada danau yang menyimpan sejarah desa yang ditenggelamkan dengan segala cerita. Danau yang menyimpan sejarah bumi dengan Gunung Berapi Dasar Laut, petilasan Kapak Batu, hingga Berlian. Danau memberi masa depan bagi mereka yang tetap bertahan.
Sedangkan rute selatan mempunyai panjang rute sekitar 67,44 km dan 14 situs. Tema perjalanan pada rute ini adalah Sebuah Kilau Perjalanan Dari Hutan Hujan Tropis Menuju Intan, yang artinya Hutan tropis memberi nyawa pada Meratus.
Situs pada rute ini adalah Taman Hutan Hujan Tropika, Pembuatan Tradisional Purun, Kampung Jamu dan Obat Tradisional, Museum Lambung Mangkurat, Pusat Informasi Geopark, Taman Konservasi Anggrek, 16 Habituasi Satwa Endemik.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.