Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Hukum Laut Internasional Universitas Indonesia (UI) Prof. Arie Afriansyah menilai isu kemaritiman di Asia Tenggara yang paling penting terkait Indonesia adalah penandatanganan kesepakatan dengan China pada November 2024.
Dalam diskusi publik “Southeast Asia Unfinished Maritime Agenda” di Jakarta pada Selasa, Arie mengatakan bahwa dalam kesepakatan itu, ada pernyataan bahwa Indonesia dan China akan “melakukan pengembangan bersama di area klaim yang tumpang tindih.”
“Jadi, apakah ini berarti Indonesia mengakui klaim China? Tapi sekali lagi, Kementerian Luar Negeri Indonesia, menegaskan bahwa kita tidak mengakui klaim China,” kata dia.
KIaim China di Laut China Selatan didasarkan pada peta "sembilan garis putus-putus" (nine-dash line) yang secara sepihak menetapkan wilayah perairan yang luas sebagai wilayah kedaulatan China.
Menurut dia, penting untuk menunggu agar bisa mendapat kejelasan lebih lanjut mengenai kesepakatan kerja sama itu karena masih ada penandatanganan kesepakatan pedoman kerja sama teknis dalam wilayah tersebut.
Namun, Arie menekankan bahwa yang terpenting adalah dalam kerangka dan dokumen seperti apa Indonesia dan China akan melaksanakan kerja sama tersebut.
“Kalau kerja sama itu dilakukan dalam kerangka hukum investasi Indonesia, itu sah-sah saja, karena kita memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan China untuk mengeksplorasi kekayaan alam di wilayah kedaulatan kita,” kata Arie.
Pada 9 November 2024, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan bersama dengan Presiden China Xi Jinping terkait penguatan kerja sama strategis dan komprehensif di sejumlah bidang.
Dalam pernyataan yang memuat 14 poin tersebut, Indonesia dan China sepakat membangun pola baru kerja sama dan pembangunan di semua lini, di antaranya interaksi antar masyarakat, kerja sama pembangunan maritim, serta kerja sama pertahanan dan keamanan.
Indonesia dan China juga menandatangani tujuh kesepakatan kerja sama bilateral termasuk pedoman kerja sama teknis (Technical Cooperation Guidelines/TCG).
Pedoman itu berisi poin-poin kolaborasi untuk memastikan pemenuhan kesejahteraan pekerja perikanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia di sekitar daerah penangkapan ikan dengan peningkatan sektor hilirisasi hasil perikanan.
TCG mencakup 12 bagian pengaturan kerja sama Indonesia-China, di antaranya mengenai perusahaan patungan, kapal, hingga kuota penangkapan ikan.
Sedangkan ruang lingkup kerja sama yang akan dilakukan meliputi bidang perikanan tangkap dan pengolahan produk perikanan sesuai ketentuan hukum di Indonesia.
Di dalamnya juga tercantum perjanjian terkait pembangunan fasilitas perikanan di darat, termasuk pelabuhan perikanan, pertukaran keterampilan, pelatihan, dan data relevan terkait sektor perikanan.
Baca juga: Prabowo ungkap strateginya kelola ketegangan di Laut China Selatan
Baca juga: China tuding negara-negara "luar" ganggu stabilitas di LCS
Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.