...perlu ada penetapan hari santri karena adanya gerakan para ulama sampai munculnya kebangkitan nasional dan gerakan mempertahankan pemerintahan
Bogor (ANTARA News)- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Maruf Amin menegaskan bahwa penetapan hari santri penting karena merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap peran ulama dan santri.

“Penetapan hari santri itu berarti ada pengakuan terhadap peran santri, tentu saja peran ulama, di dalam kehidupan berbangs adan bernegara, baik sebelum kemerdekaan maupun sesudah kemerdekaan. Itu yang penting,” demikian penegasan KH. Maruf Amin saat menjadi pembicara pada Focus Group Discussion (FGD) Pendidik dan Kependidikan Keagamaan dengan tema “Hari Santri dalam Perspektif Lembaga Keagamaan” di Bogor, Kamis.

Menurut Kyai Maruf, penanaman rasa cinta Tanah Air sudah dilakukan sejak dulu kepada para santri di lingkungan pesantren. Bahkan, lanjutnya, di pesantren dikenal ungkapan hubbul wathan minal Iman. “Intinya cinta Tanah Air itu termasuk dari pada iman. Itu penanaman yang hidup di dalam pesantren,” jelas Kyai Maruf.

“Oleh karena itu, para ulama mengajarkan kita untuk mencintai Tanah Air dan merasa memiliki. Kalau orang jawa istilahnya handarbeni Negara,” ujarnya seperti dikutip kemenag.go.id.

Kyai Maruf menggarisbawahi bahwa semangat membela Tanah Air yang diyakini para ulama dan santri bahkan terus dipegang erat ketika Indonesia merdeka. Ini ditunjukan ketika proses pembahasan dasar Negara, demi kemaslahatan yang lebih luas, para ulama dan santri mau berkompromi untuk tidak menjadikan negaranya sebagai Negara Islam. “Jika ulama ingin Negara ini Negara Islam, tentu tidak akan terbentuk NKRI,” tegasnya.

Momentum

Disinggung mengenai waktu yang akan ditetapkan sebagai hari santri, Kyai Maruf mengaku tidak mempunyai pilihan tertentu. “Bagi saya tanggal tidak penting, yang penting ada hari santri, perlu ada ittifak,” tegasnya.

Namun demikian, Kyai Makruf mengingatkan dua momentum besar dalam sejarah perjuangan bangsa. Momentum yang pertama adalah tahapan perjuangan yang oleh sejarawan Sartono Kartodirjo disebut sebagai kebangkitan agama (religious revival).

Menurutnya, perjuangan ulama dan santri di Indonesia  dalam membebaskan negara dari kolonialisme sudah dilakukan jauh sebelum lahirnya  Kebangkitan Nasional.  “Sebelum itu (Kebangkitan Nasional), sudah ada perlawanan-perlawanan terhadap Belanda yang oleh Sartono Kartodirjo disebut sebagai religious revival atau kebangkitan agama, mulai dari Diponegoro, Imam Bonjol, dan lainnya,” jelasnya.

“Pemberontakan yang terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, seperti Geger Cilegon itu adalah pemberontakan kaum ulama,” tambahnya.

Momentum kedua adalah resolusi jihad. Menurut Kyai Maruf, Kebangkitan Nasional tidak serta merta muncul, tapi ada prolognya berupa proses kebangkitan ulama. Dari proses itu, lahirlah apa yang kita sebut dengan fatwa jihad yang kemudian menjadi resolusi jihad yang memberikan dorongan kepada para santri dan ulama berjuang melawan penjajahan.

“Karena itu saya sependapat perlu ada penetapan hari santri karena adanya gerakan para ulama sampai munculnya kebangkitan nasional dan gerakan mempertahankan pemerintahan,” tegasnya.

Kyai Maruf menambahkan bahwa semangat para ulama untuk membela Tanah Air dan mengusir penjajah ini terus terpelihara sampai era setelahnya, yaitu revolusi kemerdekaan dan pesantren tetap menjadi basis perlawanan kolonialisme. Menurutnya, santri dan ulama menjadi faktor penting perlawanan penjajahan, baik Belanda maupun Jepang. Mereka mempunyai pengaruh kuat untuk menggerakakan perlawanan.

“Fatwa ulama menjadi faktor penting tumbuhnya jiwa pantang menyerah para laskar. Dalam kontek inilah fatwa jihad Syekh Hasyim yang kemudian menjadi resolusi jihad menjadi faktor penting dalam setiap perlawanan,” tuturnya.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015