"Sikap Presiden Prabowo dalam pidatonya di Mesir, Turki, dan terakhir di Rusia selalu mengedepankan diplomasi nonblok, dan Pak Prabowo selalu menegaskan 'Satu musuh terlalu banyak, seribu kawan terlalu sedikit', itulah slogan politik bebas aktif non
Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Ahmad Muzani menilai pidato Presiden RI Prabowo Subianto yang memuat slogan "Satu musuh terlalu banyak, seribu kawan terlalu sedikit" mencerminkan diplomasi nonblok sebagaimana politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
"Sikap Presiden Prabowo dalam pidatonya di Mesir, Turki, dan terakhir di Rusia selalu mengedepankan diplomasi nonblok, dan Pak Prabowo selalu menegaskan 'Satu musuh terlalu banyak, seribu kawan terlalu sedikit', itulah slogan politik bebas aktif non blok," kata Muzani dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Hal itu disampaikannya saat menghadiri acara Jambore Muhammadiyah dan Aisyiyah yang diikuti lebih dari seribu peserta di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Dia memandang sikap Presiden Prabowo yang tertuang dalam pidatonya tersebut menegaskan sikap Indonesia terkait konflik Israel dengan Iran, di mana di tengah dunia yang tidak dalam keadaan baik-baik saja saat ini maka persatuan dan kesatuan harus diperkuat.
Meski demikian, dia mengingatkan agar dukungan bangsa Indonesia terhadap Palestina tidak boleh kendor dan berkurang sebab menurutnya konflik Iran-Israel pun berawal karena Palestina.
"Kita meyakini bangsa Palestina akan segera merdeka terbebas dari penjajahan dan cengkraman Israel,” ujarnya.
Adapun terkait acara, dia menilai kegiatan yang diikuti banyak anak muda untuk menjadi relawan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) sebagai upaya memperkuat rasa nasionalisme serta kebersamaan dan gotong royong antarsesama bangsa.
Baca juga: Muhammadiyah kirim tim kemanusiaan bantu transisi pascagempa Myanmar
Baca juga: PWI-MDMC Kudus distribusi air bersih kepada warga terdampak kekeringan
“Kegiatan ini yang digelar oleh MDMC hari ini sebagai upaya untuk menguatkan kita sebagai bangsa dan negara. Muhammadiyah berupaya untuk mencari insan-insan yang memiliki jiwa kepedulian dan kemanusiaan tinggi dan terpanggil untuk menjaga NKRI dalam penyelesaian solusi bersama dalam menghadapi bencana,” tuturnya.
Terlebih, lanjut dia, Indonesia merupakan negara yang dikategorikan sebagai bagian dari "ring of fire" yang merupakan pertemuan lempeng antarbenua dan jalur vulkanik sehingga banyak terdapat gunung berapi.
“Apalagi semua bencana ada di kita, gunung meletus, tsunami, banjir, gempa bumi, rob, semua bencana itu pernah kita hadapi. Kadang bencana itu membuat kita pilu dan mengganggu kehidupan kita," katanya.
Dia lantas berkata, "Itu sebabnya kehadiran Muhammadiyah diharapkan mampu memberikan solusi yang cukup berarti dalam menghadapi segala potensi bencana alam yang kita hadapi."
Muzani pun menilai Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi yang selalu terdepan dalam memberi respons terhadap bencana. Mulai dari, mengirimkan relawan, menyalurkan bantuan, hingga dana kolektif yang tidak kecil dalam upaya meringankan korban bencana.
Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, tambah dia, Muhammadiyah telah mendirikan sekolah, rumah sakit, yayasan sosial dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Muhammadiyah ketika menghadapi bencana selalu terdepan dalam memberi harapan. Bergotong royong untuk bersama sama membantu dan ini tidak dimiliki oleh semua bangsa. Kenapa kita sangat dominan dengan gotong royong? Karena ada nilai kebersamaan dan semangat keagamaan yang menyatu dalam kehidupan kita," kata dia.
Turut hadir pada kesempatan tersebut sejumlah pejabat dan tokoh publik, di antaranya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto, serta beberapa tokoh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jawa Tengah lainnya.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.