Masa depan pemasaran juga bukan tentang siapa paling keras bersuara, tapi siapa yang paling relevan dalam menjangkau hati dan pikiran audiensnya
Jakarta (ANTARA) - Dua dekade lalu, promosi usaha masih mengandalkan baliho besar, brosur yang dibagikan di pinggir jalan, dan slot iklan televisi yang memakan anggaran tinggi.
Ketika itu, perhatian publik diperebutkan di ruang-ruang fisik. Kini, segalanya berpindah ke layar ponsel.
Algoritma mengambil alih peran media massa, dan popularitas ditentukan oleh seberapa lama seseorang bertahan menggulir layar.
Media sosial dan mesin pencari bukan lagi sekadar saluran komunikasi. Mereka telah membentuk ulang cara merek dilihat dan diterima publik.
Dalam ekosistem baru ini, agensi digital marketing muncul sebagai mitra strategis bagi pelaku usaha bukan hanya untuk menjangkau pasar, tetapi untuk membaca perubahan perilaku dan membangun relevansi di tengah kebisingan digital.
Perubahan ini tidak hanya menuntut kemampuan teknis. Yang lebih krusial adalah pemahaman terhadap bagaimana manusia berpikir, merasa, dan mengambil keputusan di ruang digital.
Kepercayaan tak lagi dibentuk oleh iklan satu arah, melainkan oleh interaksi berulang, pengalaman personal, dan narasi yang terasa dekat.
Fenomena tersebut semakin nyata terlihat dalam kolaborasi yang kian erat antara pelaku usaha dan agensi digital.
Batas antara pengguna jasa dan penyedia strategi mulai memudar. Dalam beberapa kasus, pelaku bisnis bahkan memilih terlibat langsung dalam pengambilan keputusan strategis agensi.
Baca juga: Menparekraf: Promosi digital tingkatkan penjualan hingga 35 persen
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.