Untuk itu, alih-alih mengerem ambisi nuklirnya, Perang 12 Hari malah mendorong Iran mempercepat program nuklirnya
Jakarta (ANTARA) - Sudah hampir seminggu tak terdengar lagi kabar tukar menukar bom dan rudal antara Iran dan Israel, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan gencatan senjata pada 24 Juni 2025.
Baik Iran maupun Israel menyatakan diri sebagai pihak yang memenangkan perang yang berlangsung 12 hari itu.
Klaim kemenangan itu bukan saja merupakan upaya kedua negara dalam mengonsolidasi kekuasaan rezim mereka, tapi juga menunjukkan bahwa atmosfer perang masih sangat tebal menyelimuti kedua negara.
Mungkin memang benar perang itu telah menunjukkan superioritas militer Israel, yang bebas berkeliaran di wilayah udara Iran dan sukses besar dalam penetrasi intelijen mereka.
Israel sampai menyamakan "sukses" dalam Perang 12 Hari melawan Iran, lebih besar dari pada Perang Enam Hari melawan koalisi Arab pada 1967.
Tapi Israel kini tak bisa lagi menganggap kecil kemampuan lawan dalam membalas dan menangkal serangan mereka.
Bagaimana tidak, sejak negara itu berdiri di atas nestapa Palestina pada 1948, untuk pertama kalinya kota-kota besar Israel dihujani rudal oleh musuhnya.
Rudal-rudal Iran itu menghancurkan dan bahkan merobohkan beberapa gedung, selain menewaskan 29 orang, membuat 10 ribuan orang kehilangan tempat tinggal, dan sempat menghentikan roda perekonomian.
Baca juga: Komandan Militer Tertinggi Iran pertanyakan komitmen gencatan senjata
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.