Di beberapa negara maju, sistem pertanian berbasis laut sudah diterapkan secara sistematis, menjadikan hasil sampingan kegiatan kelautan sebagai bagian dari ekosistem pertanian nasional.

Jakarta (ANTARA) - Refleksi Hari Kelautan menghadirkan momentum penting untuk meninjau kembali bagaimana laut diposisikan dalam pembangunan nasional.

Dalam beberapa tahun terakhir, orientasi kebijakan kelautan cenderung lebih ditekankan pada aspek pertahanan dan geopolitik.

Sementara itu, fungsi laut sebagai ruang ekologis dan penyedia hara alami masih belum mendapatkan tempat strategis dalam perumusan kebijakan ketahanan pangan nasional.

Secara ilmiah, laut memiliki peran yang sangat vital sebagai sumber hara. Setiap tetes air hujan yang jatuh ke bumi membawa mineral dari dataran tinggi ke muara dan akhirnya ke laut. Air sungai yang mengikis batuan dari hulu hingga hilir dan hempasan ombak yang menghancurkan batuan melarutkan garam-garam dalam batuan.

Proses itu menghasilkan akumulasi unsur-unsur penting seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan magnesium dalam perairan laut termasuk pada tubuh makhluk hidup yang menjadi penghuni kehidupan laut.

Maksudnya adalah di dalam laut, unsur-unsur tersebut tidak hanya terkandung dalam air, tetapi juga dalam makhluk hidup, seperti ikan, rumput laut, dan organisme laut lainnya yang mengalami siklus dekomposisi dan menjadi bagian dari sistem nutrien alami.

Limbah ikan, sisa pengolahan rumput laut, hingga kotoran burung laut merupakan sumber pupuk organik yang sangat kaya nutrisi. Sejumlah riset, termasuk dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menunjukkan bahwa limbah perikanan mengandung kandungan nitrogen yang tinggi dan dapat diolah menjadi pupuk ramah lingkungan.

Di beberapa negara maju, sistem pertanian berbasis laut sudah diterapkan secara sistematis, menjadikan hasil sampingan kegiatan kelautan sebagai bagian dari ekosistem pertanian nasional.

Baca juga: KKP ungkap dukungan bagi peningkatan kualitas dan pasar bagi tuna

Di dalam negeri, pendekatan serupa sudah mulai dikenali dalam skala kecil oleh komunitas pesisir, yang memanfaatkan limbah rumput laut dan kotoran burung sebagai bahan baku pupuk organik.

Namun inisiatif lokal ini masih berjalan secara terbatas, belum sepenuhnya terfasilitasi oleh kerangka riset terpadu atau dukungan kebijakan yang berkelanjutan untuk pengembangan.

Di sinilah pentingnya peran lembaga riset seperti BRIN dalam memperkuat fondasi ilmiah dan mengintegrasikannya ke dalam kebijakan pembangunan.

Dalam beberapa tahun terakhir, BRIN telah mengambil langkah positif melalui program seperti Hari Layar yang membuka akses riset multidisiplin kelautan. Kolaborasi dengan institusi nasional dan internasional, seperti UI, IPB, dan OceanX, telah menghasilkan kemajuan dalam pemetaan biodiversitas laut dalam dan pengembangan teknologi pemantauan.

Namun agar potensi riset ini dapat terhubung langsung ke sektor produksi pangan dan pertanian, diperlukan sinergi kelembagaan yang lebih kuat, termasuk dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Pertanian.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.