Sanur, Bali (ANTARA News) - Sekitar 12 ribu orang di Bali selatan bersiap mengikuti Kesiapsiagaan Menghadapi Tsunami (Tsunami Drill), Selasa pagi, yang dipusatkan di Pantai Sindhu, Sanur. Mereka antara lain para siswa yang berasal dari berbagai komunitas sekolah, masyarakat umum, masyarakat wisata dan masyarakat adat, termasuk 1.130 petugas Satkorlak. Simulasi ini, menurut Koordinator Tsunami Drill Priyatmono, di Sanur, Selasa, untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat yang merupakan komponen kultur INA-TEWS (Tsunami Early Warning System). Tahun lalu tsunami drill dilakukan di Padang. Gempa di perairan Bali selatan itu, ujarnya, diumpamakan berada di titik pusat gempa 114,42 BT dan 10,52 LS, yang didahului surutnya air laut di empat titik, yakni di Nusa Dua, Jimbaran, Kuta, dan Sanur, dengan skenario paling mudah di mana tidak terjadi kerusakan pada peralatan komunikasi. Pada lima menit pertama setelah diketahui gempa, data diproses dari berbagai peralatan yang ada dan disebarkan oleh BMG, lalu dimulailah periode evakuasi masyarakat di mana peringatan BMG diimplementasikan dengan sirine di lokasi yang terkena potensi tsunami. Dengan kekuatan gempa 8,3 Skala Ritcher, ketinggian tsunami dapat mencapai 4,5-6,0 meter. "Setelah itu sejak 35 menit pertama dilakukan berbagai demo pembuatan tenda darurat, dapur umum, MCK, pos pengobatan, sampai pos pemulihan trauma," katanya. Periode berikutnya, dimulainya pencarian korban seperti yang menyangkut di pohon, dan penyelamatan seperti menangani yang patah tulang, gegar otak, dan lain-lain. Sebelum tsunami drill, beberapa rangkaian kegiatan juga telah dilakukan seperti simulasi perambatan gelombang tsunami oleh BPPT dan ITB, penyiapan sistem peringatan oleh BMG, pembuatan peta jalur evakuasi oleh LIPI dan materi pelatihan oleh LIPI, Depdagri, Budpar, ITB, LAPAN dan BMG. Sistem peringatan dini Tsunami (Tsunami Early Warning System/TEWS) yang mulai dibangun Indonesia sejak 2005 telah mampu memberi informasi gempa dalam waktu delapan menit dari sebelumnya lebih dari 30 menit. "Terealisasinya kemajuan dalam sistem komponen struktur TEWS membuat sistem informasinya lebih cepat," kata Deputi Menristek Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Dr Idwan Suhardi. Infrastruktur itu meliputi 70 titik seismograf yang tersebar dalam 10 regional dan jaringan accelerograf (pengukur rambatan gempa) di 51 titik oleh BMG. "Jika seismograf bisa terpasang seperti rencana 160 titik di berbagai daerah dan accelerograf terpasang hingga 500 titik seperti rencana, maka informasi gempa bisa diberikan dalam waktu lima menit saja," katanya. Selain seismograf dan accelerograf, juga telah dipasang peralatan monitor gelombang laut berupa stasiun tide gauge (pemantau pasang surut) 54 titik dari rencana 120 titik, DART Buoy (pendeteksi gelombang laut) dua unit dari rencana 22 titik dan sistem monitor deformasi kerak bumi di tiga lokasi dari 37 unit rencana. Sistem tersebut dilengkapi dengan sistem komunikasi menggunakan V-Sat dan sistem integrasi dan pemrosesan di pusat operasional BMG yang menghasilkan informasi gempa dan peringatan tsunami ke masyarakat. (*)

Copyright © ANTARA 2006