Jakarta (ANTARA) - Setiap tanggal 10 Muharam dalam kalender Hijriah, umat Islam di berbagai daerah di Indonesia memperingati hari yang dikenal sebagai Lebaran Anak Yatim.

Pada tahun ini, peringatan 10 Muharam 1447 Hijriah bertepatan dengan hari Minggu, tanggal 6 Juli 2025. Momen ini bukan sekadar tradisi lokal, tetapi memiliki akar yang dalam dalam ajaran Islam tentang kepedulian terhadap anak-anak yatim dan kaum dhuafa.

Meski sering kali diperingati secara sederhana, makna spiritual-nya begitu kuat: memberikan kebahagiaan kepada mereka yang kehilangan kasih sayang orang tua.

Lalu, bagaimana asal-usul 10 Muharam bisa identik dengan “Lebaran” bagi anak yatim? Simak penjelasannya yang telah dihimpun dari berbagai sumber.

Baca juga: Keistimewaan puasa Tasua dan Asyura di Bulan Muharram menurut hadis

Asal usul 10 Muharam identik dengan “Lebaran” bagi anak yatim

Penyebutan 10 Muharam sebagai Lebaran Anak Yatim berakar dari anjuran Rasulullah SAW yang mendorong umat Islam untuk memperhatikan dan menyayangi anak-anak yatim, terutama pada hari tersebut.

Sejak dahulu, tradisi ini terus dilestarikan sebagai momen berbagi kebahagiaan dan kepedulian kepada mereka yang kehilangan orang tua. Dalam sebuah hadis yang tercantum dalam Tanbihul Ghafilin, Rasulullah SAW bersabda:

"Siapa yang berpuasa di hari Asyura (10 Muharam), Allah akan memberinya pahala setara dengan seribu malaikat dan sepuluh ribu syuhada. Dan siapa yang mengusap kepala anak yatim di hari Asyura, Allah akan meninggikan derajat-nya untuk setiap helai rambut yang disentuhnya."

Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan menyayangi anak yatim, apalagi di hari Asyura. Mengusap kepala anak yatim bukan sekadar tindakan fisik, tetapi simbol kasih sayang, perhatian tulus, serta wujud nyata kepedulian sosial yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Baca juga: Kemenag beri bingkisan Muharam bagi 2 juta anak yatim dan disabilitas

Istilah Lebaran Anak Yatim merupakan bagian dari kearifan budaya masyarakat Indonesia yang tumbuh sebagai bentuk kepedulian kepada anak-anak yatim. Momen 10 Muharam, atau Hari Asyura, dipilih karena memiliki makna penting dalam tradisi Islam.

Saat memperingati apa yang sering disebut sebagai Hari Yatama atau Hari Raya Anak Yatim, masyarakat biasanya menunjukkan perhatian kepada anak-anak yatim dengan cara memberikan hadiah, sejumlah uang, atau sekadar mengusap kepala mereka sebagai wujud kasih sayang.

Selain mengandung nilai keagamaan, tradisi ini juga menjadi sarana untuk memperkuat solidaritas sosial, terutama dalam menyambut Tahun Baru Islam. Semangat saling peduli dan berbagi kepada mereka yang membutuhkan menjadi pesan utama yang diangkat melalui kegiatan ini.

Momen 10 Muharam sering dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk memperkuat tali silaturahmi antarwarga, di mana banyak orang berlomba-lomba memberikan santunan dan kebahagiaan bagi anak-anak yatim. Karena itulah, hari ini kemudian dikenal oleh sebagian masyarakat sebagai Lebaran Anak Yatim.

Walaupun istilah Lebaran Anak Yatim bukan bagian dari hukum syariat, inti dari kegiatan tersebut yaitu menyayangi dan membantu anak yatim sangat dianjurkan dalam ajaran Islam.

Baca juga: Wapres berbagi di Lebaran, ajak anak yatim belanja kebutuhan sekolah

Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.