Samarinda (ANTARA) - Dokter Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) Astuti menyebut pentingnya mengenali pemicu dan jenis gangguan kejiwaan berupa halusinasi yang tak boleh diremehkan.
"Halusinasi yang sering disalahpahami sebagai khayalan, merupakan gangguan persepsi serius yang perlu diwaspadai," katanya di Samarinda, Sabtu.
Astuti menjelaskan bahwa halusinasi adalah kondisi ketika seseorang merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada, tanpa adanya rangsangan eksternal.
Baca juga: Terapi Psikedelik untuk depresi tanpa halusinasi
"Halusinasi adalah pengalaman sensorik yang tidak berdasarkan pada stimulus nyata, tetapi dirasakan nyata oleh individu yang mengalaminya," ujar Astuti.
Ia menambahkan bahwa halusinasi termasuk dalam kategori gangguan jiwa, sebuah kondisi kompleks yang memengaruhi cara berpikir, emosi, dan perilaku seseorang.
Ia memaparkan halusinasi memiliki beragam jenis, bergantung pada indera yang terpengaruh. Ini meliputi halusinasi auditorik (pendengaran), dimana individu mendengar suara atau bunyi tanpa sumber nyata. Selain itu, halusinasi visual (penglihatan), yaitu ketika seseorang melihat objek atau bayangan yang tidak ada. Kemudian, halusinasi olfaktorik (penciuman), yang melibatkan penciuman bau tidak nyata.
Selanjutnya, halusinasi taktil (peraba), dimana individu merasakan sentuhan atau sensasi pada kulit tanpa adanya kontak fisik dan halusinasi gustatorik (pengecap), yakni merasakan rasa aneh di mulut tanpa ada makanan atau minuman.
Dokter Astuti menguraikan beberapa faktor utama yang dapat memicu halusinasi. Gangguan jiwa murni menjadi penyebab umum, dimana halusinasi sering terjadi pada penderita skizofrenia, gangguan bipolar, dan depresi.
Baca juga: A-Z tentang skizofrenia, metode pengobatan
Baca juga: Banyak Minum Kopi Picu Halusinasi
Selain itu, penyalahgunaan zat psikoaktif, seperti narkoba dan alkohol juga dapat memicu halusinasi. Kondisi medis tertentu, seperti dimensia, epilepsi, dan tumor otak juga bisa menjadi penyebab. Tidak hanya itu, beberapa jenis obat memiliki efek samping yang berpotensi menimbulkan halusinasi.
Faktor fisik dan psikologis juga turut berperan, seperti kurang tidur, kelelahan fisik ekstrem, stres, dan trauma.
Astuti menekankan bahwa angan-angan biasa pada orang normal berbeda dengan halusinasi. "Angan-angan adalah hal yang wajar bagi setiap orang. Namun, jika halusinasi sudah mengganggu dan parah, perlu dilakukan serangkaian pemeriksaan medis untuk penanganan lebih lanjut," ucapnya.
Pewarta: Ahmad Rifandi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.