Mataram (ANTARA) - Kasus kematian pendaki asal Brazil bernama Juliana Marins yang terperosok ke jurang sedalam 600 meter di lereng menuju puncak Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu membuka mata semua pihak untuk membenahi tata kelola wisata pendakian agar aman dan nyaman.

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menginstruksikan kepada Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) untuk segera membuat prosedur kerja baku agar tidak ada lagi pelancong yang kecelakaan, saat mendaki Rinjani, gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia tersebut.

"Ini sedang kami benahi secara serius karena sekali lagi tidak boleh berjudi dengan nyawa. Kita tidak sedang mengumpulkan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) dengan kemudian membuat nyawa orang lain terancam," ucapnya, saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI pada awal Juli 2025.

Gunung Rinjani memiliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang masuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Lombok Timur, Lombok Utara, dan Lombok Tengah. Gunung itu, kini menyandang status level II atau waspada.

Laman Magma Indonesia milik Badan Geologi mencatat aktivitas kegempaan di Gunung Rinjani selama 90 hari terakhir mayoritas berupa gempa tektonik jauh, gempa tektonik lokal, dan gempa vulkanik dalam.

Plang informasi atau signboard saat ini masih terbatas di Gunung Rinjani. Kementerian Kehutanan berkomitmen segera menambah plang informasi agar mudah dipahami, terkait zona merah yang berbahaya, zona kuning butuh kehati-hatian, dan zona hijau yang diperbolehkan untuk dikunjungi oleh para pelancong.

Pemerintah bersama kelompok sukarelawan "Rinjani Squad" menyiapkan satu jalur khusus, selain jalur Sembalun di Lombok Timur,yang diperuntukkan sebagai jalur pencontohan untuk wisata pendakian standar internasional di Indonesia.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.