Warsawa (ANTARA News) - Polandia pada Jumat menjadi anggota Uni Eropa (UE) berikut yang menentang rencana kelompok negara Eropa itu mewajibkan jatah terhadap kedua puluh delapan anggotanya menyangkut kedatangan pencari suaka.

Perdana Menteri Polandia Ewa Kopacz mengatakan, kendati menentang jatah wajib usulan Brussel, Warsawa masih terbuka menerima pengungsi dan pendatang secara sukarela.

"Maksud kami adalah bukannya kami tidak menerima pendatang melainkan bahwa kami ingin membuat tawaran yang meyakinkan dan demikian juga seperti mitra-mitra Eropa kami, saya memilih keputusan sukarela terkait masalah ini," kata Kopacz di Warsawa.

Republik Ceko, Estonia, Hungaria, Latvia, Lithuania dan Slowakia juga menentang kuota wajib, yang mengundang perdebatan itu, seperti yang diajukan EU pada Rabu.

Namun, negara-negara tersebut mengatakan bahwa mereka terbuka menerima pengungsi-pengungsi secara sukarela.

Jatah mengikat yang diajukan Brussel akan mewajibkan negara-negara untuk menerima pengungsi berdasarkan permintaan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Pengungsi.

Langkah itu ditempuh EU di tengah gelombang migran, yang belum terjadi sebelumnya, yaitu ketika mereka lari menyelamatkan diri dari konflik dan kemiskinan di Afrika Utara dan Timur Tengah.

Sebagai negara terbesar di kawasan timur Uni Eropa, Polandia akan diminta untuk menerima 5,64 persen dari keseluruhan pendatang yang memasuki EU sementara sang negara kecil Estonia akan diminta untuk mengambil 1,76 persen dari jumlah keseluruhan para pendatang.

Sebagai perbandingan, negara kuat Uni Eropa, Jerman, akan diwajibkan menerima 18,42 persen pengungsi dan pendatang yang diselamatkan saat mereka berupaya menyeberangi Mediterania dan tiba di EU.

Inggris, Irlandia dan Denmark mempunyai posisi kuat untuk menolak rencana, yang dijadwalkan akan disampaikan kepada para pemimpin Eropa pada pertemuan puncak akhir Juni itu.

Menurut Organisasi Migrasi Internasional (IMO), lebih dari 34.000 pencari suaka telah menyeberangi Mediterania untuk tiba di Italia tahun ini sementara sekitar 1.700 orang tewas atau menghilang di Laut Mediterania saat menyeberang.

IMO melaporkan terjadinya 3.300 kematian terkait insiden seperti itu selama tahun 2014.

Sebagai bagian dari langkah untuk memerangi perpindahan penduduk secara massal di Mediterania, Uni Eropa juga ingin dapat menyergap dan naik ke perahu-perahu penyelundup manusia di perairan Libya sebelum mereka mencapai wilayah kedaulatan Eropa. Untuk dapat terwujud, keinginan itu memerlukan adanya sebuah resolusi yang disahkan PBB. Demikian laporan AFP.

(Uu.T008)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015