Jakarta (ANTARA News) - Pembentukan perusahaan "holding" energi nasional melalui penggabungan PT Pertamina dengan PT PGN dan PT PLN dinilai akan meningkatkan daya saing dan mempermudah ekspansi bisnis baik di dalam maupun luar negeri.

"Pembentukan perusahaan holding energi nasional akan menyatukan kekuatan yang akan memudahkan ekspansi bisnis baik di dalam negeri maupun internasional," kata Ketua Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Wijaya kepada pers di Jakarta, Minggu.

Ia menjelaskan, keberadaan perusahaan energi yang terpisah-pisah seperti saat ini membuat Pertamina sulit menjadi besar.

Di samping itu, lanjutnya, dengan Pertamina dan PGN yang berdiri sendiri-sendiri menjadikan harga jual energi dari Sabang sampai Merauke tidak pernah sama dan keduanya kesulitan bersaing di tingkat dunia.

"Coba lihat PT Semen Indonesia, setelah digabungkan maka mereka sangat kuat, dan mampu melakukan ekspansi hingga ke Vietnam, dan mungkin akan ke negara lainnya," katanya memberi contoh.

Begitu juga Petronas yang berfungsi selaku "holding" perusahaan energi di Malaysia, mampu membeli ladang-ladang migas yang ada di mancanegara, katanya.

"Ini beberapa contoh yang bisa menjadi teladan untuk kita menyatukan perusahaan energi," kata Achmad Wijaya.

Menurut dia, keberhasilan Dwi Soetjipto ketika memimpin "holding" Semen Indonesia (SI) bisa diterapkan dalam memimpin "holding" energi, di saat ia kini memimpin Pertamina.

Sementara itu, jika perusahaan "holding" energi yang menggabungkan Pertamina dengan PGN, dan juga PLN sudah dibentuk, maka institusi SKK Migas tidak perlu lagi karena fungsinya sama dengan Ditjen Migas Kementerian ESDM.

"Kalau holding energi bisa mencontoh holding semen yang sudah mampu melakukan ekspansi secara lincah, lalu ada holding perkebunan, pupuk, dan sebentar lagi ada kehutanan, maka keberadaan holding energi menjadi kebutuhan yang harus disiapkan dari sekarang. Tidak perlu menunggu lama-lama, Petronas adalah contoh yang baik, dia sangat lincah melakukan ekspansi," katanya..

Senada dengan Achmad Wijaya, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Muslimin Anwar mengingatkan, meski agak telat, namun belum terlambat untuk mengejar ketertinggalan perusahaan holding energi Indonesia dibanding Petronas dari Malaysia.

"Saya optimistis, jika dibentuk holding energi, maka ketertinggalan aset Pertamina yang sangat jauh dari Petronas, pasti akan terkejar," kata doktor bidang Finansial dari Brunel University of London ini.

Muslimin menambahkan, pembentukan "holding" energi merupakan strategi efektif perusahaan migas dalam mendorong "competitive advantage".

Penyatuan Shell dan British Group adalah satu contoh upaya perusahaan untuk menggabungkan kekuatan dalam pengembangan bisnis gas dari hulu sampai hilir.

Ia menjelaskan, di satu sisi Shell menguasai ladang gas besar di beberapa wilayah, sementara British Group mempunyai portofolio di bisnis hulu dan hilir gas.

"Penyatuan kekuatan perusahaan akan memudahkan perusahaan untuk memenangkan kompetisi gas internasional. Indonesia bisa seperti Shell dan BG, bila menjadikan holding energi sebagai kekuatan," ungkap Muslimin.

Dengan menjadi "holding" energi, maka hal itu menjadi satu strategi yang akan saling menguatkan, bukan sebaliknya yaitu saling melemahkan, kata Dosen Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Indonesia.

Pewarta: Biqwanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015