Sisa pakan dan feses udang yang tertinggal di dasar tambak merupakan faktor kunci yang memicu penurunan kualitas air dan perlu segera dibuang untuk menjaga air berada di atas ambang batas kelayakan daya dukung udang untuk tumbuh maksimal."
Takalar (ANTARA News) - Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan prototipe instalasi pengolahan air limbah (Ipal) yang meminimalisasi pencemaran pesisir akibat pengelolaan tambak udang superintensif.

"Budi daya udang vaname superintensif yang produktivitasnya sangat tinggi juga menghasilkan banyak limbah, instalasi ini jadi bagian dari budi daya udang superinsentif zero-waste," kata pakar budi daya udang Prof Dr Rachman Syah di sela panen udang vaname di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Produktivitas budi daya udang vaname, ujar dia, memang besar, bisa 1.000 ekor udang sekali tebar per meter persegi dan hasilnya bisa sampai 12 ton per 1.000 m2, namun total sedimen di tambaknya sampai 20 ton bobot kering.

Sedimen dari air buangan limbah tersebut menghasilkan nitrogen 325 kg, 253 kg fosfor dan 2.042 kg sedimen karbon organik, katanya.

"Sisa pakan dan feses udang yang tertinggal di dasar tambak merupakan faktor kunci yang memicu penurunan kualitas air dan perlu segera dibuang untuk menjaga air berada di atas ambang batas kelayakan daya dukung udang untuk tumbuh maksimal," katanya.

Riset Balitbang KKP luas perairan yang menerima beban limbah di empat tambak prototipe KKP di Desa Punaga Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takelar, Sulsel mencapai luas 49 ha dengan volume massa air 1,77 juta m3, sehingga pembilasan secara alami limbah bekas udang mencapai 3,8 hari.

"Bagaimana kalau ada puluhan hingga ratusan hektare tambak? Karena itulah dibutuhkan teknologi ipal yang selain mampu mendukung produktivitas udang, juga tidak mencemari perairan," katanya.

Ipal tambak udang superintensif itu terdiri dari empat bagian, yakni kolam pengendapan tempat membuang air limbah pertama kali agar kadar TSS (total suspended solid) yang sangat tinggi dan bau busuk dari H2S turun dan sisa endapannya bisa dibuat pupuk.

Dari kolam tersebut, sisa air limbah masuk ke kolam oksigenasi untuk menaikkan oksigen dan menurunkan BOD (kebutuhan oksigen biologis).

Sisanya, lanjut dia, masuk ke kolam biokonversi untuk mengubah nutrien yang bisa menyebabkan eutrofikasi menjadi bermanfaat bagi organisma lain, baru sisa terakhir ini masuk ke kolam penampungan untuk selanjutnya dibuang ke laut.

Hadir dalam acara tersebut. Kepala Balai Litbang Budidaya Air Payau Andi Parenrengi, dan para peserta bimbingan teknis budidaya udang vaname superintensif dan pengolahan limbahnya dari berbagai kabupaten.

Pewarta: Dewanti Lestari
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015