Pasuruan (ANTARA News) - Kerajinan bordir di wilayah Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, diminati hingga pasar internasional yaitu di Malaysia dan Brunei Darussalam dengan berbagai macam kerajinan bordir mulai pernak-pernik kecil hingga perlengkapan beribadah.

"Pesanan kerajinan bordir ini ada berbagai macam, seperti taplak, tempat tisu, kain kebaya, mukenah, pakaian muslim laki-laki, sepatu, tas, sajadah, dan lain-lain dengan pemasaran dari regional, nasional, hingga internasional di Malaysia, Brunei, serta Arab Saudi," kata ketua Asosiasi Pengusaha Bordir (Aspendir) Kabupaten Pasuruan, Yoeniarti Soewarno, Jumat.

Ia mengatakan, Aspendir merupakan wadah dari para pengusaha bordir yang tersebar di lima kecamatan yaitu Kecamatan Rembang, Bangil, Pandaan, Sukorejo, dan Beji, Kabupaten Pasuruan dengan tujuan mengembangkan seni kerajinan bordir berkualitas dan bisa menembus pasar nasional dan internasional sejak pencanangan Bangil sebagai Kota Bordir (Bang Kodir).

"Ada sekitar 104 pengusaha bordir yang tersebar di Kabupaten Pasuruan yang dipasarkan hingga ke Jakarta, Pontianak, bahkan hingga ke Malaysia. Kami juga berharap agar ikon Pasuruan dilambangkan dengan bordir, sehingga tujuh hari dalam satu minggu pihak pemerintah bisa menyediakan waktu untuk menggunakan kerajinan bordir, seperti yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jakarta," ujarnya yang juga menjadi pemilik Norrisa Miliarta.

Lebih lanjut dia mengungkapkan sebagai pengusaha bordir, Norrisa Miliarta juga menjadi langganan Kerajaan Kelantan, Malaysia hingga saat ini, dengan menerima pesanan sebanyak 3.000 helai sajadah bordir, lengkap dengan mukenah senilai Rp 480 juta ketika tahun 2004.

"Usaha bordir yang dirintis sejak tahun 1997 itu juga mengalami naik turunn, sehingga kami dituntut untuk mengikuti selera pasar dan menciptakan sesuatu yang berbeda, kreatif, dan inovatif agar produk kami selalu unggul di pasar. Norrisa Miliarta juga mengekspor kombinasi bordir dan payet setiap tiga bulan sekali ke Brunei Darussalam serta Thailand," paparnya.

Sebagai pengusaha bordir, ia mengeluhkan adanya kendala tenaga kerja yang beralih ke industri pabrik karena Upah Minimum Kabupaten (UMK) di pabrik lebih besar dibandingkan dengan Usaha Kecil Menengah (UKM), padahal apabila dibandingkan justru bekerja di sentra UKM akan menjadi seseorang kreatif dan inovatif sehingga memiliki keterampilan.

"Di Norrisa Miliarta mencoba untuk bertahan dengan buatan tangan atau hand made agar memiliki ciri khas dari bordir Pasuruan karena selama ini Kabupaten Pasuruan belum memiliki ciri khas bordir sehingga sulit untuk membedakan dengan bordir dari tempat lain seperti Bordir Tasikmalaya dan Bukittinggi," ungkapnya.

Untuk membedakan bordir Bangil-Pasuruan dengan bordir di tempat lain, lanjutnya bisa terlihat dari desain dan hasil akhirnya yang lebih halus karena bordir Pasuruan masih menggunakan mesin manual, sedangkan bordir di tempat lain sudah menggunakan sistem modernisasi yaitu dengan menggunakan tekhnik komputer.

"Soal harga tergantung dari kerumitan dan jenis benang bahan bordir mulai dari Rp25 ribu sampai ratusan ribu rupiah. Saat menjelang Lebaran seperti sekarang ini, saya melibatkan lebih banyak warga desa untuk ikut membordir karena impian saya bisa membuka lapangan kerja bagi warga desa," tandasnya.

Ia berharap agar dinas-dinas terkait seperti Badan Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal (BP3M), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dinas Pariwisata, Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah bisa sama-sama bekerja sama untuk mendorong dan mengembangkan beberapa UKM yang ada di Kabupaten Pasuruan.

Pewarta: Zumrotun Solichah/Laily W
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015