Dalam UUD 1945, UU dibahas bersama DPR dan presiden,"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan bahwa revisi Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang KPK membutuhkan persetujuan Presiden Joko Widodo, dan bila presiden menolak maka revisi tidak dapat dilakukan.

"Dalam UUD 1945, UU dibahas bersama DPR dan presiden. Dalam pasal 21, DPR mempunyai hak insiiatif mengajukan rencana UU, kalau DPR mau mengajukan maka haknya sah, itu konstitusional. Apalagi dalam UUD pasca amandemen, DPR punya hak kekuasaan membentuk UU, tapi harus dibahas dengan presiden. Kalau presiden menolak, ya gak jalan dong. Gak bisa," kata Yasonna di gedung Kementerian Hukum dan HAM Jakarta, Kamis.

Pada Selasa (23/6), dalam rapat paripurna DPR, revisi UU No 30 tahun 2002 tentang KPK resmi masuk dalam Proyeksi Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas) 2015, alasannya menurut Ketua Badan Legislasi DPR RI Sareh Wiyono adalah mengakomodasi permintaan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly karena menilai ada beberapa alasan kegentingan yaitu terkait kewenangan penyadapan dengan pelanggaran HAM, penuntutan yang perlu disinergikan dengan kewenangan Kejaksaan, perlunya dibentuk dewan pengawas terkait pengaturan pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan dan penguatan pengaturan kolektif kolegial.

Padahal pada 19 Juni 2015, Presiden Jokowi dalam rapat terbatas dengan sejumlah menteri dan pemimpin lembaga sudah menyatakan penolakan terhadap revisi UU KPK masuk dalam Prolegnas 2015.

"Jadi nanti setelah prolegnas DPR akan membentuk badan kelengkapan DPR yang bahas, apakah Baleg atau komisi 3, nanti mereka bikin draft. Prosesnya harus pergi ke daerah, dengar masukan pakar. Ini Belanda masih jauh ceritanya," ungkap Yasonna.

Selanjutnya menurut Yasonna, bila badan kelengkapan sudah selesai dibentuk maka diajukan ke paripurna kalau sudah disahkan, baru menjadi inisiatif DPR, apalagi draft UU KPK juga belum ada.

"Prolegnas kan daftar keinginan DPR mengajukan revisi. Naskah akademik belum ada apalagi pasal-pasalnya. Nanti kalau memang DPR ngotot mengajuin revisi, ya silakan saja," tambah yasonna.

KPK sendiri meminta agar revisi UU KPK menunggu harmonisasi dengan UU lain yaitu UU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun UU No 6 tahun 2007 tentang ratifikasi atas United Nation Convention Agains Corruption (UNCAC) atau Konvensi PBB Antikorupsi.

"Menunggu sinkronisasi dan harmonisasi dari KUHP, KUHAP, dan UNCAC yaitu UU 6 tahun 2007 supaya jangan tersebar dulu di mana-mana materinya ya itu yang paling penting. Kalau belum ya jangan dulu, ngapain?" kata Pelaksana tugas (plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqurrachman Ruki.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015