Ambon (ANTARA News) - Anggota DPD RI dari Provinsi Maluku John Pieris mengatakan reformulasi sistem perencanaan pembangunan, khususnya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) harus dilakukan.

Alasannya, kata John, reformulasi dilakukan agar bisa menjadi haluan dari kinerja pemerintah, utamanya presiden yang saat ini tak lagi bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pasca dihapuskannya GBHN.

"Menengok sejarah dari masa lampau di jaman Soekarno ada manifesto politik atau manipol, di mana GBHN dibuat oleh presiden sendiri dan saat orde baru ada GBHN yang dibuat oleh MPR dan nyatanya rezim itu bertahan 32 tahun, saat reformasi tidak ada GBHN tapi ada UU Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Panjang," kata John Pieris di Ambon, Selasa.

Absennya GBHN, kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu, riskan bagi Bangsa Indonesia karena negara seperti tidak memiliki arahan.

"Agak riskan memang, menurut pendapat saya, harusnya ada pedoman dasar pembangunan nasional di mana pedoman itu memedomani atau memberi arahan kepada seluruh lembaga-lembaga negara tentang bagaimana menjalankan tugas dan fungsi pokok masing-masing supaya tidak salah arah," katanya.

Berbeda dengan GBHN, "pedoman dasar pembangunan nasional" menurut John bisa disederhanakan.

"Cukup 10 halaman tapi berisi pikiran-pikiran mendasar yang prinsipil soal arah pembangunan nasional yang semua berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tidak terlalu didominasi oleh pikiran ideologis presiden yang membuat pikiran UU RPJM hanya mewakili satu atau dua partai," katanya.

Untuk itu, dibutuhkan sebuah amandemen UUD 1945, "kembalikan lagi fungsi MPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan tertinggi, satu untuk menetapkan dan mengubah UUD, kedua membuat pedoman dasar pembangunan nasional, ketiga memilih presiden dan wakil presiden jika keduanya berhalangan."

Pada akhirnya, pedoman dasar pembangunan nasional bisa dibenarkan melalui Tap MPR yang dibuat oleh MPR dan harus melalui ketetapan MPR.

"Nanti ganti presiden ganti lagi program, kesinambungan nasional tidak terjamin." 

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015