Bogor (ANTARA News) - Ular Condro Phyton Varidis asal Papua yang diperjualbelikan secara online oleh salah satu komunitas pencinta reptil di wilayah Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terkenal sebagai ular eksotis yang banyak disukai.

"Ular piton asal Papua ini terkenal eksotis, dalam fase hidupnya mengalami tiga kali pertukaran kulit. Ini yang membuat ular tersebut banyak disukai, sehingga diperjualbelikan secara ilegal," kata Polisi Hutas BKSDA wilayah II Bogor, Jajat Sudrajat, di Bogor, Rabu.

Jajat yang juga penyidik BKSDA spesialis ular menjelaskan, ular piton tersebut pada saat lahir atau baru menetas memiliki kulit berwarna cokelat. Setelah berumur dua bulan ia akan berubah kulit lagi berwarna kuning cerah.

"Ular Phyton Varidis Desawa memiliki kulit warna hijau cerah. Sering dibilang Sanca Hijau asal Papua," katanya.

Selain karena memiliki kulit yang eksotis, ular yang habitatnya banyak ditemui di pepohanan tersebut termasuk satwa yang jinak dan tidak beracun. Kelebihan inilah yang membuat penggemar reptil menyukai ular asal pedalaman Papua dan Kepulauan Aru tersebut.

"Saat kecil ular ini makan cicak, saat dewasan makannya tikus atau mancit," katanya.

Menurut Jajat, status ular Condro Phyton Varidis termasuk satwa yang dilindungi. Ular ini juga termasuk satwa yang terancam habitatnya. Upaya penangkaran sudah dilakukan, namun tidak banyak yang berhasil karena sulit untuk menangkarkan ular tersebut.

"Di Bogor ada satu penangkaran ular Phyton Varidis yang resmi berizin dan bersertifikat, terdapat di Parung," kata dia.

Sementara itu, Kepala Seksi Konservasi BKSDA wilayah II, Ari Wibawanto mengatakan, pelaku penjual ular Phyton Varidis tidak mengantongi izin kepemilikan dari BKSDA selaku pemberi rekomendasi.

"Untuk menangkarkan satwa apapun harus ada izinnya. Yang jelas BKSDA tidak lagi mengeluarkan izin untuk pemeliharaan maupun penangkaran ular ini," katanya.

Ia mengatakan, ular yang ditangkarkan oleh pelaku penjual satwa dilindungi tersebut diambil dari pedalaman Papua, dan Kepulauan Aru dengan cara ilegal sehingga ular tersebut tidak dilengkapi dengan Surat Angkutan Tanaman dan Satwa (SATS) yang dikeluarkan oleh BKSDA setempat.

"Dugaan ular ini diambil secara ilegal, karena pemiliknya tau cara menangkarkan ular Papua ini, jadi dia sudah menguasai seluk beluk ular," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Mabes Polri menggrebek sebuah kontrakan yang diduga menjual satwa reptil asal Papua secara online hingga ke Australia. Satwa tersebut berjumlah 32 ekor, terdiri dari 28 ular Phyton Viridis baik indukan maupun anakan, dan tiga biawak Papua dan seekor Soa Payung.

Petugas telah menangkap satu orang tersangka berinisial YJ. Tersangka merupakan pekerja yang bertugas memberikan makan serta merawat dan menjual satwa tersebut. Pemilih utama puluhan satwa tersebut diketahui berinisial RD merupakan mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Bogor.

Ular-ular tersebut dijual oleh komunitas reptil tersebut bervariasi untuk anakan seharga Rp1 juta. Sedangkan ukuran dewasa harganya bervariatif karena sesuai dengan hobi, ada yang mampu memiliki Rp5 juta sampai Rp10 juta per ekor.


Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015