Washington (ANTARA News) - Mengaku sebagai satu-satunya wartawan yang pernah dilarang Presiden FIFA Sepp Blatter, wartawan investigatif Andrew Jennings menyebut pengalaman itu sebagai kehormatan.

Rabu pekan ini dia bersaksi di Subkomite Senat Amerika Serikat di Capitol Hill yang tengah menyelidiki korupsi pada badan sepak bola dunia itu.

Lima belas tahun lamanya Jennings memburu Blatter dan para pejabat tingkat tinggi FIFA lainnya.

Oleh karena itu dia tak menyembunyikan kegembiraannya ketika pihak berwajib AS pada Mei lalu mendakwa 14 pejabat sepak bola dan eksekutif pemasaran olah raga dengan tuduhan suap lebih dari 150 juta dolar AS.

Blatter memang tidak ada dalam daftar 14 pejabat itu, namun dia kemudian mengundurkan diri akibat skandal itu.  Sementara itu Jennings tak membuang kesempatan untuk terus menajamkan mata pisau reportase investigasinya terhadao Blatter and Co. seperti terlihat dalam dengar pendapat dengan Senat AS itu.

Saksi mahkota yang terbang dari Inggris ini menyebut FIFA sebagai bajingan, bandit, dan sarang kebusukan, dengan kalimat beraksen Inggris yang kental di ruangan yang dipenuhi orang-orang Amerika itu.

"Suatu waktu para pejabat FIFA jalan-jalan sembari mengenakan blazer FIFA mereka, logo FIFA. 'Saya dari FIFA. Saya orang penting,'" kata Jennings. "Kini siapa yang akan melakukan itu? Siapa yang kini berani melakukannya? Tak satu pun dari mereka."

Dia boleh saja mengantarkan pada kejatuhan FIFA, namun Jennings yang adalah penulis dokumenter untuk BBC sudah terkenal malang melintang dalam jurnalisme penuh tantangan sebelum mempreteli FIFA.

Dia pernah meliput wilayah-wilayah perang seperti Beirut, Chechnya dan Amerika Tengah, bahkan berhadap-hadapan dengan para mafioso di Palermo, seperti dia sampaikan kepada subkomite Senat AS itu.

Bukan hanya FIFA yang dia obrak-abrik. Dia juga yang mengekspos korupsi pada Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada 1990-an.

Kepada Senat AS, dia mengungkapkan setelah mengganggu FIFA, komputernya diserang, selain juga diancam. Dia juga mengungkapkan pertemuannya dengan agen-agen rahasia AS yang ingin mengetahui bukti yang dia punya soal kebobrokan FIFA.

"Saya tidak lagi sendirian, pihak-pihak sesungguhnya telah tiba," kata dia.

Dia menyerahkan dokumen-dokumen keuangan dan surat-surat mengenai Chuck Blazer yang pernah menjadi orang kuat dalam badan sepak bola Amerika Utara dan sekutu utama Blatter yang kini terancam dipenjara karena menerima suap 11 juta dolar AS dari 2005 sampai 2010.

Jennings boleh saja berumur 70-an, telah menjadi kakek-kakek dengan pendengaran yang tak sejeli dulu, namun dia tak pernah surut atau tak pernah takut membuat musuh-musuh baru.

Duduk di sampingnya adalah Federasi Sepak Bola AS namun presidennya, Sunil Gulati, yang juga pejabat puncak FIFA, tidak hadir dalam dengar pendapat Senat itu.

"Saya catat ketidakhadiran delegasi FIFA Anda Tuan Sunil Gulati," kata Jennings kepada CEO Sepak Bola AS Dan Flynn. "Itu masalah penting saat ini. Di mana Sunil? Di mana dia?"

Jennings melahap dan meludahi FIFA, ironisnya FIFA juga termakan oleh dia.

Dia boleh jadi wartawan gaya lama (old-school) yang senang mencermati dokumen-dokumen tebal, mamun dia juga mengakrabi Twitter dengan linimasanya penuh dengan referensi-referensi FIFA.

Meski dia harus melewati para satpam gedung Capitol yang seperti petugas bandara di AS yang terkenal antikompromi itu, Jennings tak segan berhenti menyapa para satpam ini hanya demi sekadar mengobrol, obrolannya pun tentang FIFA.

Jennings sangat menikmati membedah dokumen-dokumen.

"Saya adalah pemburu dokumen. Jika kamu punya dokumen, maka saya tahu semuanya soal kamu," kata dia kepada Washington Post, setelah skandal FIFA meledak di mana-mana.

"Kerja jurnalisme ini mudah. Anda hanya perlu mencari orang-orang korup yang memalukan dan menjijikkan, lantas kamu selidikilah itu."

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015